Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menilai, Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) memberi solusi bagi masalah yang dihadapi pekerja. Alasannya, posisinya kian terlindungi oleh pemerintah melalui regulasi tersebut.
"Outsourcing (alih daya) yang sebelumnya ditolak oleh kaum buruh juga lebih clear saya kira dalam RUU Ciptaker ini," kata Ketua LP2M UIN Syarif Hidayatullah, Jajang Syahroni, saat dihubungi wartawan di Jakarta, Minggu (30/8).
Jajang menjelaskan, sistem alih daya telah lama ditentang serikat buruh. Pangkalnya, posisinya lemah dan rentan diekspolitasi oleh perusahaan. "Outsourcing itu identik dengan eksploitasi," tegasnya.
Namun, keberadaan RUU Ciptaker akan memperbesar kesempatan kepada pekerja untuk berdialog langsung dengan pemerintah dan pemberi kerja. Sehingga, kesewenang-wenangan sukar terjadi.
"Nah, sekarang asosiasi buruh juga dilindungi dan setiap buruh juga bisa digunakan menegosiasi dengan berbagai hal dengan perusahaan. Dan perusahaan juga enggak semena-mena menentukan upah tahunan. Jadi, melibatkan buruh itu, yang menurut saya, pertanda baik dalam RUU ini," paparnya.
"Poin bagusnya, adalah di RUU Ciptaker ini buruh mesti dilibatkan dalam merumuskan banyak hal. Misal upah dan serikat pekerja harus dilibatkan," lanjut dia.
Selain itu, RUU Ciptaker juga dapat menjawab tantangan masalah pengangguran di dalam negeri. Kemudahan izin akan meningkatkan investasi di Indonesia, sehingga memperbesar lapangan tenaga kerja.
"Kalau yang ini, menurut saya, banyak hal yang positif untuk mengundang dan mendorong agar perusahaan nasional dan multinasional menyerap tenaga kerja lokal," kata dia.
"Kemudian, ada penghitungan dan upah yang lebih personal, ada jaminan kesehatan, ada jaminan hari tua, dan sebagainya dalam RUU ini," tutup Jajang.
Jumlah pengangguran di Indonesia melonjak signifikan imbas pandemi coronavirus baru (Covid-19). Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjan (Kemenaker) per 31 Juli 2020, sebanyak 3,5 juta lebih pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan karena pagebluk.
Di sisi lain, Indonesia bakal menghadapi bonus demografi rentang 2030-2050. Diproyeksikan jumlah penduduk produktif atau angkatan kerja (usia 15-64 tahun) pada 10-30 tahun mendatang mencapai 200 juta.
Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, tingginya angka pengangguran akan berdampak serius jika tidak segera diatasi. Terparah adalah gejolak sosial.