Nalsali Ginting dari organisasi mahasiswa ISMKMI memandang, perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law, belum memenuhi paradigma kesehatan. Komitmen pemerintah perbaikan yang digadang Kementerian Kesehatan belum tuntas.
Nalsali mengatakan, perumusan itu hanya dilakukan karena wabah Covid-19 yang sempat melanda. Akhirnya, hanya menunjukan lemahnya sistem kesehatan nasional.
“Ini tidak diprioritaskan dari hulunya dan hilirnya,” katanya dalam siaran daring, Konferensi Pers Bersama: Penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan, Rabu (5/7).
Sayangnya, kata Nalsali, RUU ini belum menjawab juga transformasi kesehatan dalam paradigma kesehatan, baik promotif maupun preemtif. Dalam RUU juga belum memuat secara tegas apakah pelayanan kesehatan bisa mengedepankan hal tersebut.
Terlebih, masih belum juga pengendalian lingkungan untuk mencegah timbulnya penyakit juga belum dioptimalkan. Ini dianggap hanya sekedar formalitas.
Ia menemukan, derajat kesehatan masyarakat dari segi lingkungan hanya diatur berdasarkan limbah medis berdasarkan draf yang sempat dikeluarkan pada April. Padahal, masih ada limbah lainnya yang perlu mendapatkan penanganan.
Belum lagi isu lingkungan di cipta kerja saja dilemahkan, ini perlu menjadi perhatian bagi legislator. Sebab, bila di cipta kerja saja dilemahkan maka akan berdampak buruk lainnya pada kesehatan.
“Itu baru sekedar formalitas karena belum mencerminkan kesehatan lingkungan itu sendiri,” ujarnya.
Ia pun sangat menyayangkan, ada paradigma kesehatan yang mengendur karena kebiasaan orang berobat ke luar negeri. Lantaran, hal itu dapat meningkatkan devisa negara dan kesehatan yang primer buat orang tersebut.
“Sebenarnya core-nya bukan ekonomi, tolong! Core-nya itu adalah bagaimana masyarakat dapat pelayanan kesehatan yang baik,” ucapnya.