Solidaritas Perempuan (SP) mengecam sikap DPR yang mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) di tengah pandemi coronavirus baru (Covid-19), Selasa (12/5). Keputusan itu diyakini hanya menguntungkan investor serta kian merusak lingkungan dan merampas kehidupan masyarakat, terlebih perempuan.
Ketua Badan Eksekutif Nasional SP, Dinda Nuur Annisa Yura, lalu mencontohkan dengan kehadiran perusahaan semen di Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, yang merusak kawasan karst. Sehingga, debit air semakin sedikit.
“Kemudian, proses blasting yang dilakukan di awal masuknya perusahaan ini tidak hanya berdampak pada kesehatan warga, tetapi juga menyebabkan hilangnya sumber-sumber penghasilan dari perkebunan karena sayuran dan cengkeh yang ditanam mati akibat kekeringan dan tebalnya abu tambang,” ucapnya melalui keterangan tertulis, Kamis (14/5).
Dampak buruk juga terjadi di Apar Batu dan Dusun Gunung Karsik, Barito Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng). Penduduk setempat mengalami infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan sukar mengakses air bersih karena sungai, sumber mata air, digali untuk pertambangan batu bara.
Permasalahan lainnya, lubang-lubang tambang yang dibiarkan menganga menyebabkan korban jiwa mencapai 36 orang di Kalimantan Timur (Kaltim) per 2011. Sebagian besar adalah anak-anak dan penyebabkan pengalaman traumatis terlebih bagi ibu.
Peran gender perempuan sebagai pengasuh dan perawat keluarga, terang Dinda, memberikan dampak berlapis secara psikologis atas musibah tersebut. Perasaan bersalah, lalai dalam mengasuh, dan tidak bertanggung jawab, misalnya. Padahal, disebabkan abainya pemerintah dan perusahaan karena tak mereklamasi lubang tambang.
Ancaman lainnya, masyarakat penentang tambang terancam dikriminalisasi karena dianggap menghalang-halangi aktivitas investor. Sebab, ungkapnya, “UU Minerba tidak memberikan ruang bagi rakyat, baik perempuan maupun laki-laki, untuk memberikan persetujuan apakah wilayahnya mau dijadikan wilayah pertambangan atau tidak.”
Terkait benefit bagi investor atas disahkannya RUU Minerba, lanjut Dinda, tecermin dari berbagai kemudahan nantinya. Perpanjangan kontrak, jangka waktu izin operasi, sampai potensi eksploitasi berlebihan.
“Mempermudah investasi tambang, artinya mendukung semakin masifnya penggundulan hutan, termasuk kawasan hutan lindung; perusakan lingkungan dan meningkatkan laju perubahan iklim; serta krisis iklim di Indonesia,” katanya mengingatkan.
Dirinya mengingatkan, praktik perlindungan investasi selama ini menempatkan negara dalam posisi rentan gugatan di lembaga arbitrase internasional karena dianggap tidak mampu melindungi investor. Salah satunya, melalui mekanisme investor-state development state (ISDS).
“Di Indonesia, hampir 75% dari seluruh kasus yang dibawa ke ICSID (International Centre for Settlement of Investment Disputes) ataupun UNCITRAL (The United Nations Commission on International Trade Law) atas dasar BITs ada di sektor sumber daya alam (SDA), khususnya pertambangan dan migas. Perlindungan investasi, terutama di sektor tambang, tentunya juga bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk solusi krisis iklim,” urainya.
Di sisi lain, SP menganggap DPR mengkhianati rakyat karena proses pengesahan yang dilakukan di tengah pandemi dan memungkinkan tidak ada penolakan secara langsung melalui aksi-aksi di lapangan, seperti di depan Kompleks Parlemen. Pangkalnya, tidak mungkin dilakukan guna mencegah terjadinya penularan SARS-CoV-2 dan larangan keramaian kala pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
“Negara seharusnya melakukan upaya optimal untuk mengatasi pandemi dan menyelamatkan rakyat, bukan malah memproduksi kebijakan yang akan semakin memperkuat pemiskinan dan kekerasan terhadap perempuan,” tegasnya.