Koalisi save Mahkamah Konstitusi (MK) menilai Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) sarat akan konflik kepentingan. Hal itu, diyakini dari salah satu materi terkait masa perpanjang jabatan hakim.
"RUU ini bernuansa konflik kepentingan dan banyak berkutat pada persoalan jabatan hakim," kata anggota koalisi dari PSHK, Agil Oktaryal, saat konfrensi pers yang disiarkan secara virtual, Jumat (28/8).
Dalam RUU MK, materi masa perpanjangan hakim tercantum Pasal 87 huruf c. Dalam materi itu, menyebutkan bahwa masa jabatan hakim dapat diperpanjang hingga usia 70 tahun, terutama bagi hakim yang sudah menginjak umur 60 tahun. Namun, perpanjangan ini tak berlaku bagi hakim di bawah usia 60 tahun.
"Terang sekali, bila RUU ini disahkan, hakim konstitusi yang saat ini menjabat akan diuntungkan dengan perpanjangan masa jabatan hingga usia pensiun (70 tahun), terutama hakim-hakim yang telah menginjak usia 60 tahun," papar dia.
Baginya, ketentuan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Pasalnya, perubahan itu tidak menguraikan dalih masa jabatan tersebut.
"Sudah sepatutnya publik menaruh kecurigaan bahwa RUU ini hanya objek 'politik tukar guling'. Mengingat menjamurnya UU kontroversial yang diujikan di MK, seperti UU Keuangan Negara untuk Covid-19, UU KPK, UU Minerba, UU Pilkada," terangnya.
"Maka, MK berpotensi menjadi kaki tangan pembentuk UU di kekuasaan kehakiman yang muruahnya hendak ditukar dengan makin panjangnya masa jabatan," tambah Agil.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly telah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK dari pemerintah kepada DPR pada Selasa (25/8).
DIM RUU MK yang disampaikan pemerintah berjumlah 121. Sebanyak 101 di antaranya merupakan DIM yang dinyatakan tetap dalam arti pemerintah tidak melakukan perubahan apa pun.
Ada pula 8 DIM yang bersifat redaksional atau sekadar mengganti kata tanpa mengubah makna keseluruhan, 10 DIM bersifat substansi, dan 2 DIM yang bersifat substansi baru alias penambahan pasal yang diusulkan.