Saat milenial 'menggantung' baju PNS: "Saya enggak melihat masa depan di sana..."
Genap setahun bekerja di salah satu instansi di Pemprov DKI Jakarta, Bunga--bukan nama sebenarnya--memutuskan mengundurkan diri. Gerah karena tak kunjung diangkat jadi pegawai negeri sipil (PNS) jadi alasan utama perempuan berusia 30 tahun itu bersisurut dari pekerjaannya.
"Pengangkatan (menjadi PNS) lama banget. Siapa sih yang lama-lama mau jadi CPNS? Kedua, terkait budaya kerjanya. Setelah saya lihat-lihat budayanya, sepertinya saya merasa lebih cocok bekerja di luar instansi pemerintah,” tutur Bunga saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (30/5).
Bunga mengikuti rangkaian tes CPNS sekitar tiga tahun lalu. Ketika itu, Bunga hanya sekadar mengikuti permintaan orang tua dan suaminya. Karena tak benar-benar serius menjalani tes, ia tak menyangka bakal lolos seleksi dan diterima jadi CPNS.
Dengan berat hati, Bunga pun melakoni profesi barunya. Selama setahun, Bunga merasa rutinitasnya monoton. Jika dibandingkan dengan pekerjaan terdahulunya sebagai seorang konsultan perusahaan asing, ia menemukan banyak "kekurangan" dalam profesinya sebagai pelayan publik.
"Berdasarkan pengalaman saya, orang-orang di lingkungan swasta lebih open minded dan lebih produktif. Tanpa bermaksud mengeneralisasi, di instansi pemerintah tempat saya bekerja kemarin, saya melihat sendiri fenomena pegawai senior yang kurang produktif sehingga beban pekerjaan banyak diserahkan ke pegawai yang lebih muda. Aduh! Sepertinya saya enggak melihat masa depan saya ada di sana,” tutur dia.
Bunga merasa budaya kerja yang sudah mendarah daging seperti itu bakal sulit diubah. Ia pun menyadari tak mungkin bisa beradaptasi menerima budaya kerja tersebut. Selama berbulan-bulan, Bunga menyimpan kegelisahan.
“Gue enggak kebayang sampai umur 60 tahun, which is masih 30 tahun lagi, harus bekerja di instasi seperti itu? Gue sudah hopeless. Daripada gue bertahan di instasi seperti ini, lebih baik mencari tempat yang bisa mendukung gue bekerja lebih baik,” ucap Bunga.
Meski pekerjaannya "membosankan", Bunga sebenarnya sadar banyak keuntungan yang bisa ia peroleh saat bertahan jadi PNS. Salah satunya PNS hampir tidak mungkin dipecat dan sudah pasti bakal mendapat jaminan pensiun setelah tak lagi bekerja.
"Jadi, kenapa saya cepat resign? Karena saya dari awal sudah enggak yakin dengan pilihan saya. Saya juga bukan tipikal orang yang ingin banget jadi PNS,” tegasnya.
Keputusan serupa diambil Rizky, juga bukan nama sebenarnya, pada 2021. Mengabdi sejak 2012 di salah satu kementerian, Rizky memutuskan menggantung baju PNS lantaran khawatir dimutasi ke ibu kota Nusantara (IKN).
Ia mengaku sudah berulangkali ditempatkan di kota-kota di luar Pulau Jawa saat jadi PNS. Saat ini, Rizky ingin menetap di Jakarta, kota kelahirannya.
“Saya enggak mau kalau harus pindah ke IKN. Kalau saya mesti hidup di luar Jakarta lagi, enggak kebayang,” tutur Rizky saat dihubungi Alinea.id, Senin (30/5).
Rizky kini bekerja di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di sektor keuangan. Penghasilanya jauh lebih besar ketimbang saat menjadi PNS. Namun, bukan itu saja yang jadi faktor pertimbangan Rizky memutuskan resign. Ia menyebut tak tahan dengan birokrasi kementerian yang berbelit.
"Work culture yang sekarang lebih berekspresi. Selain itu, work culture PNS lebih kaku, ya, karena work culture itu dibangunnya lama. Jadi, kalau mau mengubah itu susah. Dari awal, mungkin senior itu sudah terbiasa dengan work culture yang feodal,” kata Rizky.
Berbeda dengan Bunga dan Rizky, Devi justru merasa nyaman berbaju PNS di salah satu kementerian. Tanpa merinci, ia mengaku pekerjaanya yang sekarang sesuai dengan bidang keilmuan yang ia tekuni saat berkuliah. Sebelumnya, Devi bekerja sebagai pegawai sebuah perusahaan swasta di Jakarta.
“Salah satu jalur yang gue pilih itu di dunia birokrasi. Itu sesuai dengan bidang gue. Tetapi, kalau di instasi pemerintahan sebagai ASN, itu agak berbeda, ya, budayanya. Senioritas atau feodalisme lebih kentara, ya, dibandingkan swasta. Lebih kaku juga. Untuk koordinasi, harus berjenjang,” terang Devi kepada Alinea.id, Senin (30/5).
Devi sudah dua tahun jadi abdi negara. Dengan gaji yang tergolong pas-pasan, Devi mengaku pekerjaan tak sesantai yang dibayangkan kebanyakan orang. Ia membantah anggapan para PNS hanya sekadar absen dan main gim di kantor.
“Oh, enggak santai atau main game doang sih ASN sekarang. Menurut gue, tergantung posisi kerjanya. Kalau gue, sibuk. Bahkan, weekend masih ada juga kerjaan. Jadi, enggak semua PNS itu magabut (makan gaji buta)," ujar Devi.
Pro-kontra sanksi
Profesi PNS memang tak "seindah" dulu. Generasi milenial terutama tak lagi memandang pekerjaan sebagai abdi negara sebagai profesi impian. Teranyar, tepatnya Jumat (27/5) lalu, Badan Kepegawaian Negara (BKN) melaporkan ada 105 CPNS yang mundur setelah dinyatakan lolos seleksi penerimaan CPNS 2021.
Selain ratusan CPNS, BKN juga mengumumkan sebanyak 442 pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) juga mengundurkan diri setelah dinyatakan lulus tes seleksi penerimaan pada 2021. Mayoritas peserta yang mundur ialah PPPK guru.
Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BKN Satya Pertama mengatakan ada banyak alasan yang menyebabkan para CPNS itu mundur. Yang utama ialah persoalan gaji.
"Mereka kaget melihat gaji dan tunjangan. Keputusan mereka yang mengundurkan diri membuat negara merugi. Sebab formasi yang harusnya telah terisi menjadi kosong," kata Satya seperti dikutip dari Antara, Jumat (27/5).
Untuk para CPNS yang mundur, Satya mengatakan sudah ada sanksi yang menanti. Selain denda dari kementerian dan lembaga yang menerima mereka, para CPNS itu juga tidak diperbolehkan untuk mengikut seleksi CPNS selama setahun ke depan.
"Ke depan perlu diperlama lagi, yakni tidak boleh ikut seleksi CPNS selama 5 tahun ke depan. Kita akan mengusulkan seperti itu. Mudah-mudahan supaya enggak merugikan lagi. ASN kan itu bukan ajang coba-coba,” kata dia.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo mengatakan bakal memperketat seleksi CPNS. Bersama BKN dan instansi terkait lainnya, KemenPAN RB juga tengah menyusun sanksi yang lebih keras bagi CPNS yang mundur setelah lolos seleksi.
"Seandainya ada yang mengundurkan diri seperti yang terjadi saat ini, akan diberi sanksi tegas dan berat agar tidak merugikan negara. Sanksi juga agar memiliki efek jera di kemudian hari," ujar Tjahjo dalam keterangan pers yang diterima Alinea,id, Senin (30/5).
Menurut Tjahjo, negara telah mengeluarkan duit besar untuk menggelar proses seleksi CPNS. Kerugian itu harus ditanggung oleh para CPNS yang mengundurkan diri. "Karena ada yang mengundurkan diri, formasinya jadi kosong,” kata politikus PDI-Perjuangan itu.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah merasa tak ada yang salah untuk keputusan peserta CPNS mengundurkan diri. Menurut dia, tak ada pihak yang dirugikan karena keputusan tersebut.
“Semua dana untuk seleksi CPNS pakai APBN. Ibaratnya, kalau ada perusahaan menerima pegawai baru, pegawai barunya mundur, terus perusahaannya rugi atau bangkrut? Kan enggak juga,” ujar Trubus kepada Alinea.id, Selasa (31/5).
Menurut Trubus, keputusan untuk mundur dari posisi CPNS merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Ia merasa sanksi berlebihan bagi para CPNS yang mundur tidak tepat. "Itu (pengunduran diri CPNS) risiko dan harus diterima," imbuh dia.
Lebih jauh, ia mengatakan pemerintah semestinya tak mendorong generasi milenial dan Z untuk berlomba-lomba menjadi abdi negara. Akan lebih baik jika generasi baru diarahkan untuk menjadi pengusaha dan menciptakan lapangan kerja baru.
"Anak milenial itu jangan jadi PNS. Itu harusnya mereka berinovasi menjadi pengusaha, menggerakan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Jadi, bukan dia mencari kerja,” tegas Trubus.
Tak lagi diminati?
Berdasarkan data BKN per Desember 2021, tercatat ada 3.995.634 PNS aktif. Mayoritas PNS didominasi oleh generasi X. Rinciannya mereka yang berusia 51-60 tahun sebanyak 1.519.924 pegawai dan kelompok usia 41-50 sebanyak 1.247.853 pegawai.
Sisanya diisi oleh muda-mudi dari generasi Y dan Z. Rinciannya, PNS berusia 18-20 tahun sebanyak 18 pegawai, kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 256.946 orang, dan mereka yang berusia 31-40 tahun sebanyak 931.841 pegawai.
Mencermati data itu, psikolog Sani Budiantini Hermawan berpendapat profesi PNS memang tak lagi jadi impian kalangan generasi muda saat ini. Menurut dia, budaya kerja yang kolot dan feodal tak lagi menarik bagi kaum muda.
“Karena generasi muda zaman sekarang lebih menginginkan adanya suatu pembaharuan, perubahan, lebih agresif, lebih kompetitif, dan mungkin itu motifnya mereka tidak ingin bertahan pada satu tempat dalam jangka waktu yang lama,” ujar Sani saat dihubungi Alinea.id, Selasa (31/5).
Menurut Sani, kebanyakan orang memilih profesi sebagai ASN bukan karena benar-benar ingin mengabdi kepada negara. Ia menyebut kepastian karier dan jaminan hari tua sebagai motif utama.
Itulah kenapa, lanjut Sani, profesi PNS tak lagi menarik bagi anak muda. Jika diberikan pilihan, Sani meyakini kebanyakan generasi milenial akan memilih bekerja di perusahaan swasta yang mapan atau pegawai di perusahaan rintisan (start-up).
“Karena selain lebih kompetitif, bekerja (di perusahaan seperti itu) penuh tantangan, dan mungkin penghasilannya juga jauh lebih besar,” jelas Sani.
Sani mengatakan fenomena CPNS mundur tak hanya bakal kasuistik. Jika situasinya tak berubah, ia meyakini akan ada banyak CPNS atau bahkan PNS dari kalangan generasi Z yang bersisurut saat menemukan harapan mereka tak sesuai dengan realita.
"Misalnya, dibandingkan dengan profesi non-PNS, seperti kariernya lebih menjanjikan, lebih clear, lebih tinggi tingkat penghasilan, dan fasilitasnya. Utamanya, challenge-nya lebih besar. Jadi, bisa saja generasi Z yang sudah masuk ke PNS tidak berapa lama memutuskan untuk keluar,” tutur Sani.