Suradi, Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), bersaksi di persidangan kasus suap dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk KONI di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Berdasarkan kesaksiannya, Suradi mengaku sempat diancam tak gajian. Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dana hibah KONI dari Kemenpora di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor Jakarta pada Kamis (6/2).
Suradi menuturkan, bermula ketika ia diperintahkan oleh Sekretaris Jenderal KONI, Ending Fuad Hamidy, untuk merancang sebuah kegiatan. Namun, anggaran kegiatan tersebut dipangkas menjadi Rp8 miliar.
Padahal, berdasarkan proposal dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih berprestasi tahun kegiatan 2018, jumlahnya senilai Rp17,9 miliar.
"Saya disuruh susun (kegiatan) dengan angka Rp8 miliar. Saya bilang ke Hamidy 'pak kalau Rp8 miliar apakah bisa jalan?' cuma beliau ini 'kan kita harus bayar gaji, kebutuhan kantor, kamu mau enggak gajian," kata Suradi sambil menirukan percakapan Hamidy saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (6/2).
Atas dasar itu, Suradi tak dapat membantahnya. Bahkan, kata dia, sisa dana atas pencairan proposal itu digunakan Hamidi untuk memberikannya kepada orang-orang yang ada di Kemenpora. “Kata beliau, 'saya harus memberikan buat orang sebelah' buat orang Kemenpora pak," ucapnya.
Dalam persidangan itu, Suradi bersaksi untuk asisten pribadi Imam Nahrawi, Miftahul Ulum. Dia didakwa telah menerima uang suap sebesar Rp11,5 miliar untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah KONI. Setidaknya, terdapat dua proposal kegiatan KONI yang menjadi sumber suap untuk Ulum.
Pertama, terkait proposal bantuan dana hibah Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018. Kedua, proposal terkait dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
Ulum didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selanjutnya, dia didakwa telah melanggar Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsisebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Terakhir, Ulum juga didakwa menerima gratifikasi bersama Imam berupa uang sebesar Rp8,6 miliar. Uang itu diterima Ulum saat Imam menjabat sebagai Menpora dalam rentang waktu 2014 hingga 2019.
Kendati menerima gratifikasi, Ulum dianggap melanggar Pasal 12B ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.