close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gubernur Anies berencana menjual saham bir guna menuntaskan janji kampanyenya./Antara Foto
icon caption
Gubernur Anies berencana menjual saham bir guna menuntaskan janji kampanyenya./Antara Foto
Nasional
Jumat, 08 Maret 2019 11:48

Saham bir menguntungkan, pelepasan saham dinilai tidak perlu

Secara ekonomi, saham milik Pemprov DKI Jakarta memberikan pemasukan bagi kas daerah.
swipe

Rencana Gubernur Anies Baswedan menjual kepemilikan saham DKI di perusahaan bir PT Delta Djakarta disarankan untuk dikaji. Selain ganjalan aturan yang membelit dan anggota DPRD yang tidak satu suara akan rencana Anies, keuntungan yang didapat untuk mengisi kas daerah patut dipertimbangkan.  

Sebagaimana diketahui PT Delta Djakarta berdiri sejak 1932. Awalnya perusahaan produsen bir ini berdiri dengan nama Archipel Brouwerij NV. Kemudian perusahaan milik pengusaha Jerman ini dibeli perusahaan Belanda, lalu berganti nama menjadi NV De Oranje Brouwerij.

Pada tahun 1967, saham perusahaan bir ini diserahkan ke pemerintah DKI Jakarta berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing Nomor 1 Tahun 1967. Tahun 1970 Resmi menggunakan nama PT Delta Djakarta. 

Adapun pemegang saham mayoritas saat ini San Miguel Malaysia (L), Private Limited: 58,33%, Pemerintah DKI Jakarta: 26,25% dan Masyarakat: 15,42%. 

Tahun 2018, PT Delta Djakarta membagikan dividen tunai Rp208 miliar. Dividen tersebut dibagikan kepada pemegang saham setara dengan Rp260 per saham. Dengan jumlah kepemilikan saham sebanyak  210,20 juta atau setara 26,25%, maka dividen yang diterima Rp54 miliar.

Jumlah ini naik dibanding tahun sebelumnya yakni sebesar Rp180 per saham, dengan total mencapai Rp 144,11 miliar. Dengan jumlah itu, keuntungan yang didapat Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2017 yakni Rp37 miliar.

Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menyampaikan laba kotor dari emiten berkode DLTA ini selalu naik dalam beberapa tahun terakhir. Dia menyebutkan laba kotor PT Delta Djakarta Tbk (Delta) pada 2015 mencapai Rp465,2 miliar, kemudian naik menjadi Rp540,8 miliar pada 2016, dan pada 2017 sebesar Rp574,2 miliar.

"Jadi, setiap tahun perusahaan ini selalu untung besar, dan sebetulnya pemda DKI Jakarta tidak perlu menjual saham Delta," kata Uchok, Jumat (8/3).

Dengan demikian, jika mengacu pada Peraturan Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah maka tidak ada alasan bagi Gubernur Anies untuk melepas saham PT Delta Djakarta. DPRD DKI Jakarta pun tidak boleh memberikan persetujuan atas pelepasan saham itu.

"Secara ekonomi, saham milik Pemprov DKI Jakarta memberikan pemasukan bagi kas daerah. Kemudian, sampai saat ini tidak ada peraturan perundangan yang memerintahkan Gubernur untuk menjual saham itu," ungkapnya.

Sementara itu, DPRD DKI Jakarta menyayangkan sikap Gubernur Anies yang hanya menyampaikan niatannya menjual saham PT Delta dan mengkiritisi keras penolakan di media massa.

Ketua Fraksi Partai NasDem Bestari Barus menegaskan pemerintah di DKI Jakarta merupakan sistem yang perjalanannya perlu kolaborasi antara eksekutif dan legislatif.

Sejauh ini, dia menyebutkan bahwa Anies baru mengirimkan surat permohonan persetujuan pelepasan saham PT Delta ke DPRD DKI Jakarta.

"Sementara kita perlu rasionalisasi. Ini perusahaan ada dari zaman dahulu kita tidak pernah keluar uang, tapi kita dapat keuntungan. Ngobrolnya maunya sama Gerindra dan PKS doang sih. Ajak ngobrol yang lain dong, jalankan mekanisme dengan baik," ungkapnya kepada Alinea.id.

Mekanisme yang dimaksud adalah aturan pelepasan saham oleh pemerintah yang telah diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Bestari pun memastikan DPRD DKI tak akan mengganjal niatan Anies melepas saham PT Delta.

"Saya persilakan Gubernur untuk memproses itu, asal sesuai ketentuan. Libatkan kita, karena DPRD bukan sekedar lembaga stempel, dan kita tidak mau di ujung disalahkan karena maladministrasi. Silakan penuhi syaratnya," ungkap Bestari.

Keinginan Anies untuk melepas saham bir juga bakal terkendala aturan. Seperti: Peraturan Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, Bab X tentang Pemindahtanganan disebutkan salah satu bentuk pemindahtanganan yakni penjualan. 

Pasal 329 ayat 1 yang menyebutkan: “Barang milik daerah yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dapat dipindahtangankan”. Lalu, Pasal 330 (1) dalam rangka pemindahtanganan barang milik daerah dilakukan penilaian dan (3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar. 

Pasal 331 (1) b. menyebutkan pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) harus mendapatkan persetujuan DPRD.

Kemudian, pasal 338 menyebutkan (1) penjualan barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan: a. Untuk optimalisasi barang milik daerah yang berlebih atau tidak digunakan/dimanfaatkan; b. Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila dijual; dan/atau c. Sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

 

img
Akbar Persada
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan