Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami pengakuan Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Bandung, Senin (19/4), terdakwa disebut diminta Rp1 miliar sebelum operasi tangkap tangan oleh orang yang mengaku dari KPK.
Keterangan tersebut berdasarkan kesaksian Sekretaris Daerah Kota Cimahi, Jawa Barat (Jabar), Dikdik Suratno Nugrahawan dalam persidangan kemarin. Uang dimaksudnya agar Ajay lolos dari operasi senyap.
"Di persidangan, JPU (jaksa penuntut umum) KPK tentu akan dalami pengakuan terdakwa dimaksud," kata Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri, Selasa (20/4).
Lebih lanjut, Ali mengatakan, modus yang disampaikan saksi tersebut sudah sering terjadi. Oleh karena itu, KPK meminta masyarakat waspada terhadap pihak-pihak yang mengaku pegawai komisi antikorupsi.
"Pihak-pihak tertentu yang mengatasnamakan KPK dan mengaku dapat membantu penyelesaikan perkara di KPK dengan meminta sejumlah imbalan sudah sering sekali terjadi," jelasnya.
Ali mengingatkan, agar segera melapor apabila masyarakat mengetahui ada orang yang mengatasnamakan KPK dan meminta uang atau imbalan lain. Laporan bisa dilakukan melalui saluran [email protected] atau call center 198.
"Kami memastikan, dalam menjalankan tugas, pegawai KPK dibekali surat tugas, identitas resmi dan tidak meminta fasilitas ataupun imbalan apa pun bentuknya kepada pihak yang ditemui," jelasnya.
Sebagai informasi, Ajay merupakan terdakwa dugaan suap terkait perizinan di Kota Cimahi, Jawa Barat, tahun anggaran 2018-2020. KPK menerka Ajay telah kantongi beselan dari Komisaris RSU Kasih Bunda, Hutama Yonathan, sebanyak Rp1,6 miliar dari kesepakatan Rp3,2 miliar.
Atas perbuatannya, Ajay didakwa melanggar Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 11 UU Tipikor dan Pasal 12 B UU Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.