close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kiri) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/3)./ Antarafoto
icon caption
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kiri) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/3)./ Antarafoto
Nasional
Jumat, 23 Maret 2018 17:27

Saling tuding bancakan korupsi E-KTP

Sejumlah pihak saling adu argumen usai bergulirnya pernyataan sensasional Setnov, ihwal keterlibatan lingkaran istana dalam korupsi E-KTP.
swipe

Sejumlah pihak mulai dari KPK hingga Presiden Joko Widodo angkat bicara usai gaduh yang dibuat Setya Novanto dalam persidangan E-KTP. Terdakwa korupsi E-KTP itu menyebut, dua menteri Jokowi, yakni Puan Maharani dan Pramono Anung telah menerima suap, masing-masing senilai US$500.000.

Enggan dianggap minim respons, Jokowi tegas mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memproses hukum dua menterinya itu.

"Ya negara kita ini negara hukum, jadi kalau ada bukti hukum, ada fakta-fakta hukum, ya diproses saja," kata Presiden Jokowi di gedung Kementerian Sekretariat Negara Jakarta, Jumat (23/3), dilansir Antara.

Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut, semua pihak yang terlibat wajib bertanggung jawab. Kendati demikian, proses hukum yang dilakukan KPK, lanjutnya, mesti disertai dengan bukti yang kuat.

Setnov sendiri memang mengaku mengetahui pemberian uang pada Puan dan Pramono dari rekannya, pemilik OEM Investment Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte Made Oka Masagung.

"Andi Narogong bersama Made Oka itu datang ke rumah. Datang ke rumah menyampaikan ngobrol-ngobrol biasa, Oka menyampaikan dia menyerahkan uang ke dewan, saya tanya wah untuk siapa? Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, saya minta maaf ada disampaikan oleh Andi (Narogong) untuk Puan Maharani US$500.000 dan Pramono US$500.000,” ujar Setnov.

Setnov bahkan mengaku sempat menanyakan penerimaan uang itu kepada Pramono saat menghadiri pernikahan putri Presiden Joko Widodo di Solo pada November 2017.

"Saya ketemu terakhir di Solo, di hotel Alila, saya tanya karena saya bersahabat dengan beliau juga, 'Mas benar enggak tuh karena Oka pernah ngomong itu', dia (Pramono) bilang 'Ah yang mana ya? Itu dulu, tapi coba nanti gue ingat lagi, di Jakarta lah kita ngobrol'," ungkap Setnov dalam sidang.

KPK sendiri lewat keterangan juru bicara Febri Diansyah, akan mempelajari kesaksian “Si Papah” bersama dengan tim jaksa dan penyidik. Sebab, pernyataan Setnov berasal dari apa yang didengarnya dari orang lain, bukan didengar langsung. Alhasil kebenaran informasi itu perlu diverifikasi dan dikroscek ulang.

Namun, kata Febri, KPK menyayangkan pernyataan Setnov yang masih terbaca setengah hati dalam pengajuan "justice collaborator" (JC), karena sampai saat persidangan kemarin tidak kunjung mengakui perbuatannya.

Berangkat dari keraguan tersebut, KPK akan menganalisis fakta untuk kepentingan tuntutan. “Dikabulkan atau tidak JC akan disampaikan pada tuntutan nanti," ungkap Febri.

Respons dua partai

Pernyataan mantan Ketua DPR terkait pihak-pihak yang diduga menerima dana proyek E-KTP dinilai sebagai testimonium de auditu sehingga sangat lemah dan sekadar sensasi politik demi keringanan hukuman.

"Apa yang disampaikan Setya Novanto menurut KUHAP, masuk kategori testimonium de auditu. Kami paham Novanto dalam situasi tertekan dan berupaya menjadi 'justice collaborator', tampilan psikologis orang seperti ini adalah mencoba menampilkan dirinya bukan desainer," kata Ketua DPP Bidang Hukum dan HAM PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, hari ini.

Menurutnya, PDIP telah mencermati seluruh pernyataan Made Oka di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) maupun di persidangan, yang bersangkutan tak pernah menyebut nama Pramono dan Puan, seperti tudingan Setnov.

Trimedya mengatakan bahwa pokok materi persidangan harus melihat BAP dan keterangan para saksi di pengadilan, misalnya dalam BAP Nazaruddin tanggal 22 Oktober sangat tegas bahwa asal mulai kebijakan tersebut adalah dari dua menteri KIB berinisial GM dan SS.

"Lalu BAP pada tanggal 17 Februari 2017 Nazaruddin menyatakan pertemuan dirinya bersama Anas Urbaningrum dengan Setya Novanto dan Andi Narogong yang mengatur kesepakatan pembagian 'fee' termasuk yang diberikan ke GM," ujar Trimedya yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR itu.

Dia mengingatkan upaya membelokkan kasus dengan drama menabrak tiang listrik pun dilakukan sehingga dirinya yakin, desainer dan aktor intelektual atas korupsi E-KTP berasal dari lingkaran pertama kekuasaan.

PDIP sejak awal melihat, proyek E-KTP dibuat dengan motif kekuasaan untuk memenangkan pemilu 2014. Hal tersebut juga pernah disinggung Nazaruddin, namun tanpa disangka muncul Jokowi yang mendapatkan dukungan kuat dari rakyat.

Merespons pernyataan PDIP, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan bereaksi keras. Menurutnya pernyataan PDIP menggelikan dan merupakan bentuk cuci tangan partai, yang dulunya tak berada dalam lingkaran kekuasaan.

Menurut Hinca, tak melulu partai di lingkaran kekuasaan yang melakukan tindak korupsi. Itu dilakukan secara pribadi dan harus dipertanggungjawabkan secara individu pula. Oleh karena itu menyalahkan Demokrat dan mendiskreditkan SBY dinilai sangat lemah, dangkal, dan mengada-ada.

Ia menilai, reaksi PDIP yang disampaikan Hasto tempo hari adalah wujud perlindungan partai untuk melindungi kadernya yang tengah terbelit perkara hukum. Namun ia menyayangkan perlindungan yang dilakukans ecara membabi buta bahkan cenderung menghalangi upaya penegakan hukum. PDIP, lanjutnya, justru bisa membuktikan komitmennya pada pemberantasan korupsi, usai tersandung kasus tersebut.

Dalam rilisnya hari ini, Hinca juga menyebut, program E-KTP sudah sesuai dengan amanah UU yang notabene merupakan produk legislasi bersama antara lembaga eksekutif dan legislatif.

“Pernyataan Sekjen PDIP yang langsung menyalahkan kebijakan dan program E-KTP lantaran kader-kadernya ada yang diduga terlibat korupsi E-KTP ibarat mencuci tangan yang kotor dan kemudian airnya disiramkan ke orang lain,” pungkasnya.

img
Purnama Ayu Rizky
Reporter
img
Purnama Ayu Rizky
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan