Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menemukan adanya perilaku koruptif di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menyarankan kepada Sri Mulyani untuk merombak birokrasi di KPP guna meminimalisir pegawai pajak yang melakukan praktik lancung. Dia mengimbau kepada Menkeu agar dapat menempatkan pegawai yang memiliki reputasi baik dalam birokrasi tersebut.
"Jadi kalau Menkeu sudah punya peta siapa orang-orang yang masuk dalam kategori merah, kuning, atau hijau, maka tentu saja orang yang diduga bermasalah itu tidak tepat menjabat posisi strategis. Kecuali rekam jejak mereka cukup clear," kata Febri saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/12).
Menurutnya, langkah tersebut penting dilakukan karena lembaga pelayanan pajak berkontribusi menentukan penerimaan negara. "Jadi, kita membutuhkan orang-orang yang bekerja untuk bangsa secara utuh dan tidak mementingkan kepentingan pribadi dengan menerima suap atau gratifikasi," tutur dia.
Di samping itu, Febri juga menawarkan kerja sama untuk menangani kasus korupsi perpajakan. Apalagi, kata dia, KPK pernah menangani perkara korupsi di sektor tersebut. Salah satunya kasus dugaan suap restitusi pajak PT Wahana Auto Ekadirga (WAE) pada 2015 dan 2016.
Dalam perkara itu, KPK menetapkan empat pegawai KPP Penamaan Modal Asing Tiga sebagai tersangka. Keempatnya yaitu bekas Kepala KPP Penanaman Modal Asing Tiga, Yul Dirga; Supervisor Tim Pemeriksa Pajak KPP Penanaman Modal Asing Tiga, Hadi Sutrisno.
Kemudian, Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT WAE, Jumari; serta Anggota Tim Pemeriksa Pajak PT WAE, M Naim Fahmi. Selain itu, KPK juga menetapkan Komisaris Utama PT WAE pada 2017, Darwin Maspolim sebagai tersangka.
Dalam mengungkap modus praktik lancung korupsi itu, KPK bekerja sama dengan Inspektorat Jendral Kementerian Keuangan dan Direktorat Jendral Pajak.
"Kalau memang Kemenkeu melihat ada persoalan-persoalan lain yang perlu dibenahi. Tidak menutup kemungkinan kerjasama seperti itu bisa dilakukan lagi," tutur Febri.
Dikabarkan sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan masih ada praktik korupsi yang terjadi di lingkungan Kemenkeu yang dilakukan oleh Kepala KPP.
"Birokrasi relatif bersih. Tapi masih lihat beberapa yang fail (gagal). Di KPP yang masih terjadi korupsi. Ada yang sifatnya petugas pemeriksa hanya main-main, atau yang lebih serius kepala kantornya menjadi ketua mafia," kata Sri Mulyani.
Sri mengaku jengkel dan menyebut dua praktik buruk semacam itu sebagai contoh yang paling ekstrem yang terjadi di lingkungan Kemenkeu.
"Kami punya dua itu ekstrem dan saya jengkel betul kalau soal itu (korupsi). Dan biasanya kalau jengkel saya bisa keras, suruh pecat saja," ujar Sri.