close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Satgas BLBI. Foto Kemenkeu
icon caption
Ilustrasi Satgas BLBI. Foto Kemenkeu
Nasional
Kamis, 23 Februari 2023 20:42

Satgas BLBI diminta fokus eksekusi hak tagih ke obligor dan debitur

Langkah tegas sangat diperlukan mengingat obligor tidak punya niat sama sekali menyelesaikan kewajibannya kepada negara.
swipe

Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center Hardjuno Wiwoho, meminta agar Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) fokus mengeksekusi hak tagih kepada para obligor dan debitur yang mengemplang uang rakyat puluhan tahun. Langkah tegas sangat diperlukan mengingat mereka tidak punya niat sama sekali menyelesaikan kewajibannya kepada negara. 

"Saya kira, bangsa ini tidak boleh tunduk pada mereka (konglomerat hitam) yang nyata-nyata telah membuat bangsa ini hancur. Ingat, mereka ini mengisap darah rakyat lewat uang pajak yang telah dibayarakan kepada negara. Dan tatkala mereka sudah kembali kaya raya, rakyat dilepehin," ujar Hardjuno Wiwoho dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (23/2).

Menurut Hardjuno, salah satu persoalan yang hingga kini belum tuntas yakni soal dugaan adanya hak tagih negara kepada pemilik lama BCA yakni Anthony Salim dan Keluarga sejak 1998 sampai dengan 2023.

Masalah ini, kata dia, menjadi bertambah runyam setelah pemerintah menjual salam di BCA melalui program divestasi kepada konsorsium Farallon Capital pada 2002, dengan harga saham yang sangat murah atas intervensi Dana Moneter Internasional (IMF).

"Mengapa tak ada satupun pihak yang benar-benar berani mengusut hingga tuntas kasus BLBI BCA ini. Dan saya kira, negara ini tidak boleh tunduk dan kalah sama Anthony Salim cs," tegasnya.

Sebelumnya, Ketua DPD RI, AA Lanyalla Mahmud Mattalitti dan tiga Wakil Ketua yakni Nono Sampono, Mahyudin, dan Sultan B. Najamudin sudah mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait hasil kerja Pansus BLBI DPD RI. 

Butir kedua rekomendasi tersebut menegaskan Pansus BLBI DPD menemukan adanya ketidakwajaran (irregularity) dalam proses penjualan aset BCA dari BPPN kepada pembeli baru. 

Sedangkan butir ketiga, Pansus BLBI DPD RI menemukan adanya ketidakwajaran saat BCA dikelola oleh tim kuasa direksi yang ditunjuk oleh pemerintah.

"Berdasarkan Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) dan Audit Investigasi BPK 2000-2004, diduga ada tidak kurang dari Rp198 triliun dengan jaminan perorangan atau personal quarantee," kata Hardjuno.

Hardjuno menyayangkan Satgas BLBI terus menyebut sejumlah angka hingga Rp28 triliun atas aset sitaan sejumlah obligor.Padahal, aset tersebut belum terjual. Hal itu berpotensi bisa mengulangi kesalahan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dulu saat menyita aset obligor BLBI ini.

"Namun ketika dijual harganya tidak sampai 10% dari nilai awal atau yang dijaminkan," tegasnya.

Hardjuno kembali mengingatkan poin rekomendasi keempat Pansus BLBI DPD RI yang menyatakan, bahwa hasil temuan audit BPK mengenai temuan BLBI belum ada tindak lanjut oleh pemerintah. Padahal, hasil audit BPK terkait temuan BLBI tersebut diduga adanya indikasi tindak pidana korupsi.

"Maka lebih penting satgas fokus pada eksekusi hak tagih agar upaya yang mereka lakukan lebih efektif dan bisa memberikan hasil pengembalian kerugian negara," ucap dia. 

"Dan bukan memburu aset dan mengklaim telah mengamankan senilai puluhan triliun. Klaim tersebut justru terkesan semu, karena aset yang disita langsung divaluasi, bukan berdasarkan harga jual yang bisa langsung disetorkan ke kas negara," pungkas Hardjuno.
 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan