Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pelimpahan tersangka Didit Wijayanto Wijaya dan barang bukti kasus menghalang-halangi proses penyidikan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Didit Wijayanto Wijaya tersebut merupakan pengacara dari tujuh tersangka sebelumnya.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejagung, Supardi menuturkan, pelimpahan akan dilakukan Senin (10/01).
"Sudah saya tanda tangani untuk tahap dua (pelimpahan tersangka dan barang bukti) yang pengacara. Senin nanti pelimpahannya," kata Supardi di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (07/01) malam.
Supardi menyebut, untuk satu tersangka lainnya baru akan diputuskan pekan depan, apakah segera dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU) atau dikabulkan penangguhan penahanannya. Pasalnya, enam tersangka lain telah dikabulkan penangguhan penahanannya.
"Nanti yang satu lagi minggu depan juga lah ya diputuskan," tuturnya.
Selain tersangaka Didit Wijayanto Wijaya, penyidik menetapkan tersangka IS selaku Mantan Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi Penjaminan LPEI Tahun 2016-2018; NH selaku Mantan Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis (ARD) II LPEI Tahun 2017-2018; EM selaku Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Makassar (LPEI) Tahun 2019-2020.
Selanjutnya CRGS selaku Mantan Relationship Manager Divisi Unit Bisnis Tahun 2015-2020 pada LPEI Kanwil Surakarta; AA selaku Deputi Bisnis pada LPEI Kanwil Surakarta tahun 2016-2018; ML selaku Mantan Kepala Departemen Bisnis UKM LPEI; dan RAR selaku Pegawai Manager Resiko PT. BUS Indonesia.
Seluruhnya disebut menghalangi kerja penyidik dengan menolak pemeriksaan sebagai saksi dengan alasan yang sama. Mereka meminta penyidik menunjukan kerugian negara, pasal sangkaan dan tersangkanya sebelum dilakukannya pemeriksaan.
Para tersangka pun dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan maupun penuntutan, atau Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 terkait perbuatan memberikan keterangan yang tidak benar atau palsu. Mereka terancam hukuman paling sedikit tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.