Endang Yulidah menahan tangis ketika ditemui pada Rabu, (11/12) di kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan. Ditemani beberapa orang dari lembaga bantuan hukum, orang tua dari Yusuf Kardawi itu menceritakan perjalanannya bisa sampai ke Jakarta mencari keadilan atas kematian anaknya itu.
“Namanya ibu, kehilangan, sakit, saya hancur. Yusuf Kardawi adalah anak pertama saya. Sebagai anak pertama, dialah harapan saya, tumpuan harapan saya, yang akan menjaga saya, menjaga adik-adiknya,” kata Endang Yulidah kepada Alinea di Jakarta, Selasa (11/12).
Yusuf Kardawi merupakan mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Ia tewas saat mengikuti unjuk rasa menolak revisi UU KPK dan RUU KUHP di Gedung DPRD Sulawesi Tenggara pada 26 September 2019. Yusuf mengembuskan nafas terakhir karena luka parah di bagian kepala.
Endang menuturkan, kali pertama mendengar kondisi anaknya bukan dari polisi, melainkan dari teman-teman anaknya. Dia masih ingat betul kabar buruk itu sampai kepadanya dan langsung membuatnya terkejut.
"Katanya tadi ada demonstrasi di depan gedung DPRD dan dia (Yusuf) jatuh tertembak. Itu pertama kali yang saya dengar," ujar dia.
Akan tetapi, dari perkembangan yang ia ikuti di media massa, anaknya diberitakan meregang nyawa karena benda tumpul. Endang mengaku tidak sampai hati melihat kondisi anaknya. Ia mengalami trauma berat.
“Sampai 19 tahun saya merawat dia, mendidiknya. Tapi, dalam hitungan detik saja mereka habisi nyawanya. Bagaimana perasaan saya? hancur. Dan itulah yang membuat saya sampai di Jakarta mencari keadilan buat dia (Yusuf), buat saya, dan buat semua orang,” ucap dia.
Endang mengaku menaruh harapan besar agar pembunuh anaknya bisa segera ditangkap dan diadili sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Karena itu, ia mempercayakan kasus kematian anaknya kepada pihak berwajib, dalam hal ini Polda Sultra.
Ia pun tak lupa terus menanyakan perkembangan kasus anaknya kepada polisi. Bahkan langsung kepada Kapolda Sultra, Brigjen Pol Merdisyam. Namun, jawabannya selalau sama: sedang dalam proses. Jawaban tersebut, kata Endang, sangat tidak memuaskan.
Karena itu, Endang meminta kepada polisi agar bekerja dengan serius dan menggunakan hati. “Pihak kepolisian yang berwajib mengungkap kasus ini agar bekerja dengan hati mereka. Mengedepankan kemanusiaan. Pelaku harus diadili dan korban harus mendapat keadilan,” tutur dia.
Meski belum ada kemajuan terkait kasus kematian anaknya, Endang terus mencari keadilan dengan menyambangi wakil rakyat. Di Kompleks Parlemen, ia menemui perwakilan dari Komisi III DPR.
"Kan saya bilang sama Pak Desmond (J. Mahesa), saya ini datang untuk mengeluh. Bapak kan wakil rakyat, wakil suara hati rakyat. Makanya saya berani bicara dengan bapak. Saya mengungkapkan semua isi hati saya," kata Endang.
Kemudian Endang menambahkan, Desmond berjanji aduan soal kasus kematian Yusuf akan disampaikan langsung ke Kapolri Jenderal Pol Idham Azis. Namun demikian, soal hukuman, Desmond menuturkan, itu merupakan ranah pengadilan. DPR tidak punya wewenang dalam hal tersebut.
Tak hanya Endang yang terus mencari keadialan atas kematian anaknya. La Sali, orang tua Immawan Randi pun demikian. Bersama Endang, La Sali datang ke Jakarta untuk mengadukan kasus yang menimpa Randi kepada sejumlah pihak yakni Ombudsman dan Komnas HAM.
Dalam kesempatan itu, La Sali berharap penembak Immawan Randi bisa dihukum seberat-beratnya. Pasalnya, sekali pun anggota Polda Sultra, Brigadir Ahmad Malik resmi ditetapkan sebagai tersangka atas penembakan Randi, namun hukuman tersebut belumlah setimpal.
Menurut La Sali, selain dihukum seberat-beratnya, tersangka Ahmad Malik juga harus dipecat dari institusi Polri. Sebab, perlakuan polisi terhadap anaknya sangat sadis dan bertentangan dengan hak asasi manusia.
"Kami menuntut keadilan. Kenapa pelaku penembakan anak saya sampai saat ini belum dihukum, dipecat, dan dihukum seberat-beratnya. Itu harapan saya. Itu pun belum sesuai dengan nyawa anak saya," tutur La Sali.