Koordinator relawan Prabowo Sandi Provinsi Aceh, Don Muzakir, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. Don dinyatakan terbukti menyebarkan berita bohong dan ajakan aksi untuk berbuat onar terkait aksi 22 Mei di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jakarta.
Kepala Bidang Humas Polda Aceh, Kombes Pol Eri Apriyono, mengatakan tersangka Don Muzakir sudah ditahan di Mapolda Aceh. Don akan menjalani penahanan selama 21 hari ke depan untuk menjalani pemeriksaan.
“Tersangka dijerat Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana serta Pasal 160 KUHP dengan ancaman hukumannya selama 10 tahun penjara,” kata Eri Apriyono di Aceh pada Kamis, (23/5).
Eri menjelaskan, sebelum resmi ditetapkan sebagai tersangka, Don diketahui menyebarkan berita bohong dan ajakan aksi untuk berbuat onar kepada massa dengan datang ke Jakarta mengikuti aksi 22 Mei di depan Gedung Bawaslu. Ajakan tersebut disebar oleh Don dalam bentuk video melalui media sosial Instagram.
Karena video itu viral, pihak kepolisian dari Polresta Banda Aceh melakukan penyelidikan hingga akhirnya dapat mengamankan pelaku. Setelah diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka, pihak Polresta Banda Aceh melimpahkan kasusnya ke Polda Aceh.
“Penetapan tersangka setelah penyidik mengantongi alat bukti berupa video serta meminta keterangan saksi ahli bahasa dan ahli pidana. Keterangan tersebut menguatkan bukti tindak pidana yang diduga dilakukan," ujar Kombes Pol Eri Apriyono.
Berdasarkan keterangan tersangka, video tersebut dibuat atas inisiatif sendiri. Tujuannya untuk mengajak relawan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk mengawal proses pemilu.
"Saat ini, penyidik masih memeriksa tersangka. Selain tersangka, penyidik juga sudah memintai keterangan kepada tiga orang saksi. Penyidik juga mengamankan foto tangkapan layar akun instagram milik tersangka," kata Eri Apriyono.
Seperti diketahui, aksi massa di Bawaslu Jakarta selama dua hari berturut-turut, dari tanggal 21 sampai 22 Mei 2019, berbuntut kericuhan. Bentrok antara massa dan aparat tak terhindarkan. Penyebabnya, massa aksi yang berunjuk rasa menolak dibubarkan. Akibatnya, aparat mengambil tindakan tegas dengan membubarkan massa secara paksa. (Ant)