Mudik menurut pengamat transportasi Darmaningtyas, telah bergeser sebagai produk budaya. Alih-alih sekadar rutinitas yang dilakukan saban tahun, mudik telah jadi budaya sejak mulai ngetren pada medio 1970-an.
Saat itu industri di Jakarta baru berkembang, sehingga arus urbanisasi dari penduduk desa tak terbendung lagi. Kebanyakan dari warga desa yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur ini datang ke Ibu Kota untuk bekerja.
“Pulang kampung saat Lebaran, transportasinya masih susah. Jadi bisanya itu saat mudik, pada saat lebaran pulang kampungnya,” kata Damar, dalam FGD di Jakarta, Kamis (7/6).
Ketersediaan angkutan lebaran oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga mulai diinisiasi sejak tahun tersebut. Sayangnya, dari tahun ke tahun, respons publik pada angkutan mudik gratis ini sepi peminat, termasuk tahun ini.
Selain itu ada beberapa alasan yang menyebabkan mudik jadi tradisi. Di antaranya masyarakat ingin menghidupkan kembali tradisi lokal yang kian terkikis akibat persentuhan modernisasi di kota-kota besar. Di saat gawai sudah merebut perhatian anak-anak, lalu kesibukan menjelma rutinitas, maka kebersamaan Lebaran jadi momentum penebusan yang efektif. Saat Lebaran pula, seluruh keluarga bisa berkumpul bersama.
“Yang kedua rekreasi bersama keluarga. Semua keluarga ikut ramai-ramai. Bahkan satu-satunya kesempatan bertemu dengan anak istri saat Lebaran,” ujarnya.
Mengapa mudik menggunakan mobil pribadi dan motor lebih diminati?
Ilustrasi mudik./ Antarafoto
Kecenderungan harga mobil yang saat ini berkisar di Rp100 juta, menjadikan masyarakat tidak terlalu sulit membelinya. Ditambah, salah satu indikator kesuksesan bagi warga desa, yakni tatkala ia bisa mudik sembari pamer kendaraan pada tetangga dan sanak keluarga.
Sama halnya dengan mobil, meskipun motor sudah banyak dimiliki masyarakat desa, namun motor masih menjadi simbol prestis kalangan menengah ke bawah. Alasan lainnya, berdasarkan data Balitbang Kemenhub pada 2017, motor masih jadi moda transportasi termurah saat mudik.
“Pemudik hanya mengeluarkan uang Rp156.111 jika menggunakan motor untuk mudik,” tutur Darma.
Hal itu diamini Direktur Lalu Lintas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek, Carlos Manik yang menyebutkan, tren sepeda motor naik lima tahun terakhir. Pada 2014, pengguna motor 2,5 juta, 2016 sebanyak 4,7 juta, dan 2017 sebanyak 6 juta pengguna.
“Prediksi tahun ini penggunaan motor naik sampai 68,59%,” kata Carlos.
Dikarenakan angka kecelakaan tahun lalu yang didominasi oleh pemudik pengguna motor, Polri sendiri mengimbau, untuk tidak menggunakannya untuk mudik tahun ini. Jika sudah lebih dari 60 km, masyarakat dianjurkan menggunakan kendaraan umum demi menghindari terulangnya hal yang tidak diinginkan.