Narasi Institute dan sejumlah guru besar dan cendekiawan terkemuka yang bergabung dalam Aliansi Riset dan Kamajemukan Bangsa mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Isinya, meminta pemerintah mengembalikan lembaga-lembaga riset yang terintegrasi ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Aliansi Riset dan Kamajemukan Bangsa terdiri dari sejumlah guru besar dan akademisi lainnya, di antaranya Azyumardi Azra, Didin S. Damanhuri, Agus Pakpahan, Amien Soebandrio, Satryo Soemantri Brodjonegoro, Sofian Effendi (eks Rektor UGM dan Ketua KASN), Mayling Oey-Gardiner (Guru Besar UI), Franz Magnis Suseno, Lukman Hakim (mantan Ketua LIPI), Widi Agoes Pratikto (ITS), Hermanto Siregar (IPB), dan sebagainya.
Co-Founder Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, menyebut, peleburan lembaga-lembaga riset tersebut ternyata menimbulkan persoalan organisasi yang menghambat masa depan penelitian Indonesia. Selain itu, peleburan terbentur dengan aturan birokratisasi peneliti yang berujung pada tidak terekrutnya para peneliti terbaik di lembaga terdampak.
"Padahal, mereka adalah peneliti teruji yang berpendidikan S-3, S-2, dan S-1," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Alinea.id, Minggu (9/1).
Karena mereka bukan peneliti berstasus pegawai negeri sipil (PNS), sambung Achmad, maka hubungan kerjanya diakhiri. Ini seperti yang menimpa para peneliti Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dan Kapal Riset Baruna Jaya. "Di antara mereka bahkan ada yang telah mendapatkan penghargaan oleh negara."
Diketahui, pemerintah membentuk BRIN dengan alas hukum Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2021. Dalam perjalanannya, beberapa lembaga negara lalu dilebur ke dalamnya. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan LBM Eijkman.
Pemerintah berdalih, peleburan bertujuan memperbaiki ekosistem riset di Indonesia sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek).
Peleburan instansi seperti Eijkman tersebut akan diikuti 38 lembaga lainnya yang mengakibatkan hilangnya peneliti yang diprediksi sekitar 1.500-1.600 peneliti non-PNS. Padahal, kata Achmad, peneliti ini diharapkan mendapatkan penghargaan riset dunia dari lembaganya mengabdi.
"Kami Aliansi Anak Bangsa Peduli Riset dan Kemajuan Bangsa merasa prihatin terhadap langkah peleburan lembaga tersebut. Oleh karena itu, kami meminta Bapak Presiden untuk mengembalikan lembaga yang dileburkan tersebut ke asal kelembagaannya dan menjadikan BRIN hanya sebagai koordinator riset di Indonesia. BRIN tidak perlu meleburkan berbagai lembaga riset yang ada," tuturnya.
Ahmad sepakat dengan gagasan Presiden Jokowi untuk membenahi serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi lembaga-lembaga penelitian demi mendukung pembangunan nasional dalam mencapai visi Indonesia Emas. Aliansi Anak Bangsa Peduli Riset dan Kemajuan Bangsa pun siap senang hati menyampaikan pemikiran dan ide-ide tentang berbagai permasalahan sangat mendasar yang dihadapi lembaga-lembaga riset di Tanah Air.
"Dengan berbagai pertimbangan segenap pihak yang berkompeten dan concern, kami mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengoreksi Perpres Nomor 78 Tahun 2021 dan membentuk sebuah tim independen yang fokus untuk memberi rekomendasi terbaik bagi riset Indonesia," pungkasnya.