Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan dan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kemendag, Tjahya Widayanti.
Itu merupakan panggilan ketiga bagi keduanya setelah mereka diperiksa pada Senin (30/9). Keduanya akan dimintai keterangan terkait kasus suap pengurusan izin impor bawang putih yang menjerat politikus PDI Perjuangan I Nyoman Dhamantra.
“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IYD (I Nyoman Dhamantra),” kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi lewat pesan singkat di Jakarta pada Kamis (3/10).
Selaim Oke dan Tjahya, penyidik KPK juga akan memanggil empat orang lainnya, yakni Direktur Operasional PT Pertani (Persero) Lalan Sukmaya, karyawan swasta bernama Mohamad Idris dan Made Ayu Ratih, serta Al Amin seorang wiraswasta.
Pada perkaranya, Anggota DPR RI Komisi VI fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra diduga kuat telah dijanjikan fee dari pemilik PT Cahaya Sakti Argo (CSA) Chandry Suanda alias Afung guna mengurus proses izin impor bawang putih. Adapun fee yang dijanjikan yakni sekitar Rp1.700 hingga Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor.
KPK menduga uang tersebut diberikan agar proses perizinan impor bawang putih tahun 2019 sebanyak 20.000 ton dapat terealisasi. Dalam perjalanan pembahasan tersebut muncul angka untuk mengurus izin impor sebesar Rp3,6 miliar.
Namun, Afung tidak dapat membayar nilai kesepakatan tersebut secara tunai lantaran beberapa perusahaan yang ingin membeli kuota impornya belum memberikan uang. Lantas, Afung meminjam uang Zulfikar.
Kemudian, Zulfikar meminjamkan uang kepada Afung dengan syarat terdapat bunga pinjaman yang harus dibayar jika impor terealisasi dengan nilai sebesar Rp100 juta per bulan. Tak hanya itu, Zulfikar juga mendapat jatah dari setiap kilogram bawang putih yakni sebesar Rp50.
Zulfikar pun merealisasikan pinjaman tersebut dengan nilai sebesar Rp2,1 miliar. Uang itu dikirimkan ke rekening Doddy. Kemudian, Doddy mengirimkan uang sebesar Rp2 miliar ke rekening money changer milik I Nyoman.
KPK menduga, uang itu digunakan untuk mengurus Surat Persetujuan Izin di Kementerian Perdagangan. Setidaknya, uang untuk mengurus izin tersebut sebesar Rp2 miliar. Disisinyalir, uang itu digunakan untuk mengunci kuota impor yang diurus atau istilah lainnya lock kuota. Sementara, sisanya sebesar Rp100 juta akan digunakan Doddy untuk mengurus administrasi perizinan.
Atas perbuatannya, I Nyoman disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.