Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yambise mendeklarasikan sekolah ramah anak di SD Swasta Bethesda Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
"Deklarasi ini sebagai upaya pemerintah mewujudkan Indonesia sebagai Negara Layak Anak di tahun 2030. Secara bertahap, deklarasi terus dilakukan," kata Yohana seperti dilansir Antara di Tangerang, Jumat (26/5).
Melalui deklarasi tersebut, Yohana meminta satuan pendidikan untuk mengedepankan lingkungan sekolah yang ramah anak dengan menciptakan interaksi yang positif dan mendidik anak tanpa kekerasan.
Kasus kekerasan di Indonesia cukuplah besar, sehingga perlu penanganan serius agar Indonesia bisa menanamkan perdamaian dalam jiwa masyarakatnya.
Kepala Bidang Perlindungan Anak pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Irma Safitri, mengatakan, ada 14 sekolah di Kota Tangsel yang turut berdeklarasi sekolah ramah untuk
"Sehingga nantinya tinggal bagaimana jumlah sekolah yang akan berdeklarasi lebih banyak dibanding hari ini," kata Irma.
Sementara berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam tri semester pertama 2018, pengaduan di KPAI didominasi kekerasan fisik dan anak korban kebijakan (72%), Sedangkan kekerasan psikis (9%), kekerasan financial atau pemalakan/pemerasan (4%) dan kekerasan seksual (2%). Selain itu, kasus kekerasan seksual oknum guru terhadap peserta didik yang viral di media , meski tidak dilaporkan langsung ke KPAI, tetapi KPAI tetap melakukan pengawasan langsung mencapai 13% kasus.
Umumnya kasus kekerasan seksual lebih banyak dilaporkan ke Kepolisian, kalaupun di laporkan ke KPAI biasanya KPAI akan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Pendidikan agar oknum guru pelaku di nonaktifkan dari tugasnya mengajar demi melindungi anak-anak lain di sekolah tersebut.
Terungkapnya berbagai kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru terhadap anak didiknya menjadi trend awal tahun 2018, hal ini menunjukkan bahwa sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak didik ternyata justru bisa menjadi tempat yang membahayakan anak-anak. Guru sebagai pendidik yang mestinya menjadi pelindung bagi anak, justru bisa menjadi oknum yang membahayakan anak-anak.
Trendnya pun berubah, kalau sebelumnya korban kebanyakan anak perempuan, tetapi data terakhir di 2018 justru korban mayoritas anak laki-laki. Korban mayoritas berusia SD dan SMP. Misalnya kasus kekerasan seksual oknum guru di kabupaten Tangerang korbannya mencapai 41 siswa, kasus di Jombang korbannya mencapai 25 siswi, kasus di Jakarta korbannya 16 siswa, kasus di Cimahi korbannya 7 siswi, dan kasus oknum wali kelas SD di Surabaya korbannya mencapai 65 siswa.
Adapun modus oknum guru pelaku kekerasan seksual beragam, misalnya korban di bujuk rayu dengan iming-iming memberikan kesaktian seperti ilmu kebal dan ilmu menarik perhatian lawan jenis (semar mesem). Selain itu, ada yang dalih untuk pengobatan dan ruqyah. Ada juga modus yang meminta anak didik membantu mengkoreksi tugas, memasukan nilai ke buku nilai, dan bahkan dalih memberikan sanksi tetapi dengan melakukan pencabulan.