close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Logo Muhammadiyah/Foto/id.wikipedia.org
icon caption
Logo Muhammadiyah/Foto/id.wikipedia.org
Nasional
Rabu, 23 Desember 2020 16:07

Sekum PP Muhammadiyah tolak jabatan Wamendikbud

Abdul Mu’ti mengaku, dirinya tidak akan mampu melaksanakan tugas sebagai Wamendikbud. 
swipe

Sekretaris Umum (Sekum) Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti menolak tawaran menjadi Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud). Bahkan, dia mengaku, sempat dihubungi oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

"Saya ditawari jabatan Wamendikbud, pada Selasa (22/12). Setelah melalui berbagai pertimbangan, saya memutuskan untuk tidak bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju," ujar Mu’ti saat dihubungi, Rabu (23/12).

Dia menganggap, dirinya tidak akan mampu melaksanakan tugas sebagai Wamendikbud. Ia pun berharap, keputusan tersebut merupakan pilihan terbaik.

"Saya merasa tidak akan mampu mengemban amanah yang sangat berat itu. Saya bukanlah figure yang tepat untuk amanah tersebut," tutur Mu’ti. 

Rabu (23/12) pagi, nama Abdul Mu’ti memang tercantum dalam daftar wakil menteri yang akan dilantik. Presiden Jokowi hanya melantik lima wakil menteri. Yaitu, Letnan Jenderal Herindra (Wamen Pertahanan), Dante Saksono Harbuwono (Wamen Kesehatan), Harfiq Hasnul Qolbi (Wamen Pertanian) Pahala Nugraha Mansyuri (Wamen BUMN), dan Eddy Omar Sharif Hiariej (Wamenkumham).

Pelantikan itu tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 76/M/2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Wakil Menteri Negara Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024. 

Menanggapi hal itu, pengamat politik Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah Putra menilai, komposisi hasil reshuffle Kabinet Indonesia Maju diprioritaskan untuk kestabilan politik. 

Menurut dia, ini terlihat dari porsi koalisi yang semakin lengkap dari sisi kursi menteri dan wakil menteri yang secara umum masih memiliki relasi dengan proses Pilpres 2019.

Dia mengkhawatirkan, 'obesitas' struktur Kabinet Indonesia Maju sudah menggemuk terjadi sejak awal pembentukan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.

"Kondisi ini menandai kuatnya politik akomodatif. Presiden berusaha menyenangkan semua pihak dan tentu tidak baik bagi roda pemerintahan, karena akan memperlambat laju pembangunan," ucap Dedi saat dihubungi reporter Alinea.id, Rabu (23/12).

Di sisi lain, politik akomodatif Jokowi di berbagai posisi baru menunjukkan keinginan untuk mengumpulkan semua potensi dukungan. 'Obesitas' struktur Kabinet Indonesia Maju bisa saja memang pilihan untuk meningkatkan kembali kepercayaan publik pada pemerintahan.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan