Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat ada 25 laporan terkait gratifikasi PT MRT Jakarta selama 2020. Rinciannya, 20 penolakan dengan total Rp13,3 juta, empat penerimaan seluruhnya Rp5 juta, dan satu penerimaan honor resmi senilai Rp2 juta.
Pelaksana tugas Direktur Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, Syarief Hidayat, mengatakan, laporan tersebut telah diserahkan kepada lembaga antirasuah.
"Dan terverifikasi oleh Unit Pengelola Gratifikasi (UPG) melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL)," katanya dalam keterangan tertulis usai sosialisasi gratifikasi kepada jajaran komisaris, direksi, dan sekitar 700 pegawai PT MRTJ 3-9 Maret 2021 yang dilakukan secara dalam jaringan.
Dalam sosialisasi tersebut, Syarief menjelaskan, bentuk gratifikasi bukan hanya uang dan barang. Namun, bisa juga pinjaman tanpa bunga, pengobatan cuma-cuma, komisi, rabat/diskon, fasilitas penginapan, tiket perjalanan dan fasilitas lainnya.
Lebih lanjut, KPK menjelaskan, delik Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kerap dipakai untuk dugaan gratifikasi. Salah satu delik adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara.
"Pengertian pegawai negeri atau penyelenggara negara itu mengalami perluasan. Misalnya, sebagian atau seluruh modal yang ada di perusahaan apabila berasal dari APBN/APBD dan atau gaji pegawainya bersumber dari APBN/APBD, maka dapat dinyatakan sebagai pegawai negeri," ucap Syarief.
Dalam kesempatan yang sama, Komisaris Utama PT MRTJ, M. Syaugi, mengusulkan pentingnya efek jera bagi pemberi gratifikasi. Merespons itu, KPK menyarankan agar penolakan gratifikasi oleh PT MRTJ dipublikasikan secara optimal dan berkelanjutan untuk mengurangi potensi pemberian dari pihak manapun.
Sementara Direktur Utama PT MRTJ, William Sabandar, menyampaikan pentingnya para kepala divisi dan kepala bagian mendapatkan pemahaman yang lengkap tentang gratifikasi. Hal ini, karena besarnya anggaran pengadaan pembangunan fase 2 mencapai Rp7-8 triliun dan salah satu proyek strategis nasional.
"Kami sudah mengimplementasikan ISO 37001: 2016 dan mewajibkan vendor juga melakukan hal tersebut. Kami juga sudah meminta pendampingan proses pengadaan fase 2 ini kepada BPKP, Kejaksaan Agung dalam hal ini Jamdatun dan KPK," kata William.