close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Setelah bebas, terdakwa eks Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung, mengaku menulis buku soal megakorupsi BLBI selama di penjara. / Antara Foto
icon caption
Setelah bebas, terdakwa eks Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung, mengaku menulis buku soal megakorupsi BLBI selama di penjara. / Antara Foto
Nasional
Rabu, 10 Juli 2019 00:40

Selama di penjara, Syafruddin tulis buku megakorupsi BLBI

Setelah bebas, terdakwa eks Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung, mengaku menulis buku soal megakorupsi BLBI selama di penjara.
swipe

Setelah bebas, terdakwa eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung, mengaku menulis buku selama di penjara.

Syafruddinin secara resmi telah keluar dari rumah tahanan (Rutan) cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kavling 4, Jakarta Selatan.

Pantauan Alinea.id, terdakwa kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Nasional (BLBI) itu keluar Rutan cabang KPK Kavling 4 KPK pukul 19.54 WIB.

Syafruddin mengaku, selama mendekam di balik jeruji besi, dirinya menghabiskan waktu untuk menulis buku tentang perjalanan kasus megakorupsi BLBI. Buku tersebut menguraikan secara rinci awal mula kasus tersebut muncul.

"Nah, buku ini saya tulis di dalam (penjara) dengan tulisan tangan sendiri. Saya menjelaskan latar belakang tentang kasus ini, begitu. Bagaimana masalah BLBI itu sendiri saya jelaskan prosesnya dan akan ada suatu saat saya menjelaskan ketemu kawan-kawan wartawan menjelaskan tentang isi buku ini," kata Syafruddin, di Rutan K4 KPK, Jakarta Selatan, Selasa (9/7).

Buku tersebut, kata Syafruddin, menjelaskan tentang proses penerbitan SKL oleh BPPN. Bahkan, buku tersebut dijadikan sebagai lampiran untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

"Memang ada (obligor) yang sudah selesai dan ada yang belum. Dan memang ada yang tidak kooperatif. Buku inilah yang jadi lampiran kami pada waktu kami memberikan memori kasasi kepada MA," terang dia.

Lebih lanjut, Syafruddin bersyukur atas keputusan MA yang membebaskan dirinya dari jeruji besi. Memang, sejak Maret 2017 KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka megakorupsi BLBI. Dari perjalanan panjang tersebut, Syafruddin mengaku terinspirasi dari pejuang antiapartheid Afrika Selatan, Nelson Mandela.

"Saya mengucapkan puji syukur kehadirat Allah. Bahwa saya bisa di luar sekarang dan ini adalah satu proses perjalanan panjang. Saya terilhami dari perjalanannya Nelson Mandela. Dia nulis buku tentang long walk to freedom, perjalanan panjang untuk kebebasan," ucap dia.

Dari perjalanan tersebut, Syafruddin bersyukur dapat melalui segala tahapan hukum dengan baik. Mulai dari pengajuan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sampai pengajuan kasasi di tingkat banding di MA.

"Alhamdulillah yang kami mintakan dikabulkan dan ini adalah satu yang bersejarah bagi saya karena sebagai mantan ketua BPPN saya sudah menyelesaikan urusan itu dan sudah diselesaikan diaudit oleh BPK tahun 2006," ujar Syafruddin.

Sebelumnya, MA telah memutuskan secara resmi mengabulkan kasasi tersangka megakorupsi BLBI Syafruddin Temenggung.

MA menyatakan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyah Temenggung tidak melakukan tindak pidana sehingga harus dikeluarkan dari tahanan.

"Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung tersebut. Memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah membacakan amar putusan kasasi Syafruddin di Gedung MA pada Selasa (9/7).

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Agung MA menyatakan terdakwa Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana. Dengan demikian, Majelis Hakim Agung menyatakan melepaskan terdakwa Syafruddin dari segala tuntutan hukum. Majelis Hakim Agung juga memutuskan memerintahkan agar Syafruddin dikeluarkan dari tahanan.

Putusan itu diambil Majelis Kasasi yang diketuai Salman Luthan dengan Hakim Anggota Syamsul Rakan Chaniago dan Mohamad Askin. Tetapi, dalam putusan tersebut, terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat diantara Majelis Hakim Agung. 

Hakim Ketua Salman Luthan menyatakan sependapat dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI. Sementara Hakim Anggota Syamsul Rakan Chaniago berpendapat perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan hukum perdata. Sedangkan Hakim Anggota M. Askin menyatakan perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan hukum administrasi.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan