Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mendapatkan penambahan anggaran pada tahun ini dan berikutnya. Jumlahnya mencapai Rp214 miliar.
"Alhamdulilah, kalau untuk tahun ini, kami baru saja minggu lalu, tanggal 21 Oktober, menerima tambahan anggaran Rp45 miliar. Tahun depan pun kami akan mendapat tambahan anggaran kurang lebih sekitar Rp169 miliar," ujar Sekretaris Utama (Sestama) BP2MI, Rinardi, usai pelantikan PPPK BP2MI, Kamis (26/10).
Ia mengungkapkan, arus kas BPMI lebih besar pasak daripada tiang. Akibatnya, berutang hingga Rp3 miliar kepada Rumah Sakit (RS) Polri saban tahun untuk perawatan pekerja migran yang sakit.
"Selama ini, BP2MI enggak punya uang untuk itu. Bahkan, setiap tahun kami selalu berutang Rp2 sampai Rp3 miliar di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, untuk membiayai orang orang PMI yang pulang dideportasi, yang kasus TPPO (tindak pidana perdagangan orang), yang mereka sakit," tuturnya.
Rinardi menambahkan, penambahan anggaran akan dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan perlindungan, penempatan, dan pemberdayaan pekerja migran. Pangkalnya, lebih besar pengeluarannya daripada dukungan sumber daya manusia (SDM).
"Kalau untuk kebutuhan terkait penganggaran jumlah SDM, itu masih belum ada tambahan. Alokasi terbanyak untuk perlindungan," ujar Rinardi. Pos pengeluaran perlindungan pekerja migran setidaknya mencakup tiket pulang, perawatan di rumah sakit, dan sebagainya.
Berdasarkan data BP2MI, sebanyak 105.000 pekerja migran dideportasi sepanjang 2020-Oktober 2023. Sekitar 3.500 orang di antaranya dalam kondisi sakit sehingga perlu menjalani perawatan.
Selan itu, ada 2.300 pekerja migran yang meninggal dan perlu biaya untuk mengurus pemakamannya. Bahkan, rata-rata 2-3 peti jenazah pekerja migran yang diterima BP2MI setiap harinya.