Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Ham (Kemkumham) meminta sengketa atas persoalan merek semestinya diselesaikan melalui proses hukum. Untuk itu, para pihak yang bersengketa diimbau agar tak lagi melakukan upaya penyelesaian sengketa di luar koridor hukum yang berlaku.
"Tidak bisa (bertindak sendiri). Sengketa diselesaikan melalui proses hukum," kata Kasubdit Penindakan, Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa, Ditjen Kekayaan Intelektual Kemkumham, Ronald Lumbuan melalui keterangan resmi yang diterima Alinea.id di Jakarta, Rabu (9/10).
Ronald menerangkan, setiap orang yang mengklaim memiliki hak merek harus melewati sejumlah tahapan untuk memperoleh sertifikat. Sertifikat ini penting sebagai hak alas bagi pemegang merek untuk mengadukan sengketa.
"Itulah alas hak bagi seseorang untuk melakukan pengaduan atau pelaporan ke penyidik Polri atau kepada kami Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa," ujarnya.
Dalam persoalan sengketa merek, Ronald menuturkan, pihak yang mengklaim suatu merek harus mampu menunjukkan sertifikat merek. Dalam sertifikat tersebut akan terungkap klasifikasi merek yang disengketakan.
"Perlindungan baru akan timbul apabila memiliki sertifikat hitam di atas putih," ucapnya.
Ditegaskan Ronald, hanya Polri dan atau Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual yang berwenang menyelesaikan sengketa terkait penanganan hukum dugaan pelanggaran merek.
Meski demikian, tak menutup kemungkinan dalam proses pidana dugaan pelanggaran merek bisa berakhir perdamaian. Sebab, sengketa merek merupakan delik aduan. Selain secara pidana, para pihak yang bersengketa juga dapat menempuh jalur perdata dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga.
"Jadi tergantung sengketa jenis apa yang ingin ditempuh para pihak," ujar Ronald.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Asosiasi Pengusaha Komputer Layak Pakai Nasional (Apkomlapan), Ramdansyah, mengungkapkan tingkat kesadaran dan pengetahuan pedagang komputer terhadap merek lunak berbeda jauh dengan perangkat keras.
"Pengetahuan dan kesadaran merek perangkat keras masih rendah dan menjadi kendala selama ini. Berbeda jauh dengan pengetahuan terhadap merek lunak," ujarnya.
Menurut Ramdansyah, kesadaran pedagang komputer tentang merek mulai meningkat setelah terjadi razia beberapa kali terhadap perangkat lunak yang dibajak dengan merek dagang Microsoft. Pedagang kemudian takut menginstal perangkat komputer dengan produk bajakan.
"Ini kondisi yang menggembirakan terkait kesadaran akan penggunaan hak intelektual," ucap Ramdansyah.
Sementara rendahnya kesadaran tentang perangkat lunak terlihat dari kasus terakhir yang terjadi di kalangan para pedagang komputer. Kasus itu berawal dari munculnya pemberian logo tertentu terhadap perangkat lunak yang sudah cukup dikenal publik.
"Terjadi pelanggaran terhadap hak-hak konsumen. Konsumen mengira produk yang dibeli adalah produk perangkat keras dan terkenal yang dijual dari distributor resmi. Padahal sebaliknya. Ini yang harus diluruskan," kata Ramdansyah.