close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Seorang warga tengah memfoto mural Bung Hatta dengan kutipan tentang ketahanan pangan di jalan layang Cipinang, Jakarta Timur. Dokumentasi pribadi
icon caption
Seorang warga tengah memfoto mural Bung Hatta dengan kutipan tentang ketahanan pangan di jalan layang Cipinang, Jakarta Timur. Dokumentasi pribadi
Nasional
Kamis, 01 September 2022 19:16

Seniman ingatkan cita-cita Bung Hatta soal kemandirian pangan melalui mural

Mural ini dibuat dalam rangka menyambut HUT ke-77 RI sekaligus autokritik atas swasembada beras yang tak menyejahterakan petani.
swipe

Komunitas Kolaborasi, kolektif Jakarta Art Movement, dan Papatong Artspace kembali memoles tembok-tembok di ibu kota dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan ke-77 RI. Pada akhir Agustus-awal September 2022, para seniman membuat mural bergambar Bung Hatta di jalan layang (flyover) Cipinang, Jakarta Timur.

Seperti di flyover Klender dan Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), mural di flyover Cipinang juga mengusung tema kemandirian pangan. Gambar turut mencantumkan pernyataan Bung Hatta, yang dikutip dari buku Koperasi Membangun dan Membangun Koperasi.

"Bukti mendatangkan beras dari luar negeri itu saja adalah suatu penghinaan bagi bangsa kita yang menduduki Tanah Air yang begitu luas dan subur," demikian isi kutipan Bung Hatta yang dicuplik dan terpampang di flyover sejajar dengan akses rel kereta api dari jalan raya di Stasiun Jatenegara menuju Bekasi.

Koordinator mural dan kurator dari kolektif Jakarta Art Movement, Bambang Asrini, menyatakan, teks Bung Hatta tersebut dikutip agar mengingatkan kembali cita-cita salah satu proklamator tersebut. Pangkalnya, swasembada beras yang terjadi tak mendongkrak kesejahteraan petani.

"Prestasi swasembada beras tidak seiring sejalan dengan kesejahteraan petani sebagai produsen gabah dan beras. Maka, seni mural di flyover Cipinang memberi pencerahan di bulan sakral ini mengingatkan kembali cita-cita Hatta," katanya dalam keterangannya, Kamis (1/9).

"Seni mural adalah medium paling efektif 'menghidupkan ulang' sosok Hatta dan isu kemandirian pangan," imbuh dia.

Bambang menilai, pandangan Bung Hatta tersebut terkontekstual dalam 3 pilar ketahanan pangan, yakni ketersediaan pangan yang berkualitas, aksesibilitas dan tata kelola distribusi dengan benar, serta konsumsi juga pemanfaatan yang baik bagi seluruh rakyat. 

Ketua Komunitas Kolaborasi, Sonny Muhammad, menambahkan, pernyataan Bung Hatta itu memberikan fundamental tentang tugas koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional yang ideal.

Sementara itu, pendiri Papatong Artspace, Yeni Fatmawati, berpendapat, kata-kata Bung Hatta tersebut layak dikutip dan sebagai pengingat. "Bulan kemerdekaan seharusnya menjadi momen reflektif kita semua dan 77 tahun menjadi bangsa yang baru berkomitmen untuk membangun dan saling memberi kontrol."

Pokok-pokok pikiran Bung Hatta soal 7 pilar keutamaan koperasi dalam sistem ekonomi Indonesia kontekstual dengan kondisi hari ini apabila dikaitkan dengan kemandirian pangan. Pertama, memperbanyak produksi pangan. Lalu, memperbaiki kualitas serta distribusi dan pengelolaan pangan.

Kemudian, mengontrol harga secara adil di antara produsen, pedagang, sampai konsumen; memangkas jalur tengkulak; dan memperkuat pengumpulan dan penyatuan aset/modal secara gotong royong. Terakhir, ketersediaan lumbung pangan di daerah.

Di sisi lain, pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) dan Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP), Khudori, mengatakan, ada yang perlu dicermati di balik pemberian penghargaan International Rice Research Institute (IRRI) kepada RI karena swasembada beras, 14 Agustus lalu.

"Penghargaan bertajuk 'Acknowledgment for Achieving Agrifood System Resiliency and Rice Self-Sufficiency during 2019-2021 through the Application of Rice Innovation Technology' seolah mengulang capaian pada 1984, Indonesia diganjar penghargaan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) karena mampu swasembada beras. Tapi, capaian itu hanya bisa dipertahankan beberapa tahun," tuturnya. Setelahnya, Indonesia menjadi importir beras selama berdekade-dekade.

Khudori melanjutkan, pengakuan Indonesia tak mengimpor beras periode 2019-2021 tersebut dikhususkan untuk beras umum dan medium. Impor kedua jenis beras ini hanya bisa dilakukan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog).

Masalahnya, menurut dia, prestasi ini tidak berkolerasi positif dengan kesejahteraan petani sebagai produsen gabah dan penggilingan selaku produsen beras. Sejak ada beleid harga eceran tertinggi (HET), September 2017, petani hanya menerima harga gabah yang rendah bahkan terus menurun.

Hal serupa juga menimpa penggilingan padi. Hal ini dilakukan pemerintah agar harga beras di tingkat konsumen dapat ditekan.

"Bagi yang menggunakan 'kaca mata kuda', harga gabah dan beras stabil adalah prestasi membanggakan bagi pemerintah. Stabilnya pasokan dan harga membuat inflasi yang disulut oleh beras akan rendah. Namun, pandangan ini amat bias kepentingan konsumen dan abai kepentingan produsen, yaitu petani," tandasnya.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan