Sepi bunyi terompet dan letupan kembang api di malam tahun baru
Menjelang malam pergantian tahun, pusat Kota Bogor sangat lengang. Saya menelusuri Jalan Merdeka melewati Stasiun Bogor, dilanjut ke Jalan Juanda. Dari situ saya bisa melihat Istana Presiden dan Kebun Raya yang juga sepi. Kemudian, saya melajukan kendaraan menyusuri Jalan Pajajaran.
Pukul 20.00 WIB saya berputar kembali ke Jalan Juanda, menuju Lapangan Sempur di Jalak Harupat. Keramaian baru terlihat di sekitar Sempur. Malam itu akan digelar “Doa Bersama untuk Kota Bogor Tercinta, untuk Indonesia Kita”, yang dipimpin Wali Kota Bogor Bima Arya dan para ulama.
Setelah memarkirkan kendaraan di Jalan Salak, saya berjalan kaki ke Lapangan Sempur. Puluhan pedagang berjajar melingkari lapangan yang dikelilingi trek lari itu.
Ratusan warga duduk bersimpuh di lapangan rumput. Di depannya, ada panggung besar. Selawat dilantunkan kelompok gambus yang ada di panggung. Sebagian warga bergumam, mengikutinya.
Rangkaian acara malam itu munajat bersama, dipimpin para ulama. Selain itu, pembacaan 30 juz Alquran. Sesuai imbauan Bima Arya, acara tersebut digelar untuk mengirimkan doa bagi korban bencana alam tsunami di Selat Sunda.
“Kita punya pilihan, mau menutup tahun dan menghabiskan malam seperti apa. Kita bisa konvoi keliling kota. Tapi Insyaallah, yang ada di sini malam ini sudah membuat pilihan yang tepat dan jauh dari kesia-siaan. Semoga ini jadi sejarah baru bagi Kota Bogor dan memberikan simpati kita terhadap saudara yang diberi cobaan,” kata Bima saat memberikan sambutan acara itu, Senin (31/1).
Sejarah baru
Wajah Kota Bogor malam itu memang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, malam pergantian tahun selalu dirayakan dengan meriah. Tahun lalu, titik-titik perayaan tahun baru di Bogor berada di sekitar Air Mancur, Lapangan Sempur, Tugu Kujang, dan taman rekreasi Jungleland.
Sore menjelang malam, suara terompet bersahutan di seluruh penjuru kota. Begitu pula kembang api dan petasan yang diletuskan ke udara. Konvoi kendaraan roda dua juga mendominasi jalanan. Berbagai tempat hiburan dan pusat perbelanjaan menggelar acara meriah. Gambaran yang tak lagi tampak tahun ini.
Rupanya, ada campur tangan Bima sebagai pemimpin Kota Bogor. Sebelumnya, Bima melarang seluruh aparat sipil negara di Kota Bogor untuk berpesta pada malam tahun baru.
Selanjutnya, kebijakan ini meluas bagi seluruh warga Kota Bogor. Bima melarang penjualan kembang api. Wali kota petahana ini juga mengimbau semua warga untuk merayakan tahun baru dengan berdoa bersama.
Warga Kota Bogor berkumpul di Lapangan Sempur menggelar acara doa bersama. (Alinea.id/Laila Ramdhini),
Senin (31/12) sore, Bima sempat melakukan “razia” dengan menumpak motor dinas. Dalam akun Instagram miliknya, Bima menyebut, penyisiran itu dilakukan untuk memastikan tidak ada penjual petasan atau kembang api di malam tahun baru.
Meski terasa tidak populer, rupanya larangan berpesta di malam tahun baru juga sudah dilakukan para pemimpin daerah lain.
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor melalui Surat Edaran 065/62278/B.Org mengimbau seluruh pemegang kepentingan dan warga Kalimantan Timur untuk tidak mengisi kegiatan pergantian tahun baru dalam bentuh hiburan berlebihan. Selain itu, aktivitas terkait menyalakan kembang api, petasan, serta peniupan terompet juga tak boleh dilakukan.
Di Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun mengisi malam pergantian tahun dengan cara yang tak biasa. Anies menggelar acara nikah massal yang berpusat di Ancol, Jakarta Utara. Tak ketinggalan, Anies mengundang Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym untuk mengisi ceramah di acara tersebut.
Nikah dan isbat massal diikuti 557 pasangan. Tercatat, sebanyak 221 pasangan peserta nikah massal dan 336 lainnya isbat. Isbat merupakan peresmian pernikahan, dari sebelumnya hanya dilakukan secara siri.
“Kita bersyukur dalam merayakan malam tahun baru ini, kita mengadakan kegiatan rutin setiap tahunnya. Insyaallah ini menjadi budaya yang terus dilakukan nantinya," ujar Anies saat meresmikan acara nikah dan isbat massal di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (31/12) malam.
Sementara itu, doa bersama juga digelar di daerah yang terdampak bencana, seperti Banten dan Nusa Tenggara Barat. Gubernur Banten Wahidin Halim menggelar istigasah di lokasi terdampak tsunami Selat Sunda pada malam pergantian tahun.
Menjelang malam pergantian tahun, pusat Kota Bogor sangat lengang. Saya menelusuri Jalan Merdeka melewati Stasiun Bogor, dilanjut ke Jalan Juanda. Dari situ saya bisa melihat Istana Presiden dan Kebun Raya yang juga sepi. Kemudian, saya melajukan kendaraan menyusuri Jalan Pajajaran.
Pukul 20.00 WIB saya berputar kembali ke Jalan Juanda, menuju Lapangan Sempur di Jalak Harupat. Keramaian baru terlihat di sekitar Sempur. Malam itu akan digelar “Doa Bersama untuk Kota Bogor Tercinta, untuk Indonesia Kita”, yang dipimpin Wali Kota Bogor Bima Arya dan para ulama.
Setelah memarkirkan kendaraan di Jalan Salak, saya berjalan kaki ke Lapangan Sempur. Puluhan pedagang berjajar melingkari lapangan yang dikelilingi trek lari itu.
Ratusan warga duduk bersimpuh di lapangan rumput. Di depannya, ada panggung besar. Selawat dilantunkan kelompok gambus yang ada di panggung. Sebagian warga bergumam, mengikutinya.
Rangkaian acara malam itu munajat bersama, dipimpin para ulama. Selain itu, pembacaan 30 juz Alquran. Sesuai imbauan Bima Arya, acara tersebut digelar untuk mengirimkan doa bagi korban bencana alam tsunami di Selat Sunda.
“Kita punya pilihan, mau menutup tahun dan menghabiskan malam seperti apa. Kita bisa konvoi keliling kota. Tapi Insyaallah, yang ada di sini malam ini sudah membuat pilihan yang tepat dan jauh dari kesia-siaan. Semoga ini jadi sejarah baru bagi Kota Bogor dan memberikan simpati kita terhadap saudara yang diberi cobaan,” kata Bima saat memberikan sambutan acara itu, Senin (31/1).
Sejarah baru
Wajah Kota Bogor malam itu memang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, malam pergantian tahun selalu dirayakan dengan meriah. Tahun lalu, titik-titik perayaan tahun baru di Bogor berada di sekitar Air Mancur, Lapangan Sempur, Tugu Kujang, dan taman rekreasi Jungleland.
Sore menjelang malam, suara terompet bersahutan di seluruh penjuru kota. Begitu pula kembang api dan petasan yang diletuskan ke udara. Konvoi kendaraan roda dua juga mendominasi jalanan. Berbagai tempat hiburan dan pusat perbelanjaan menggelar acara meriah. Gambaran yang tak lagi tampak tahun ini.
Rupanya, ada campur tangan Bima sebagai pemimpin Kota Bogor. Sebelumnya, Bima melarang seluruh aparat sipil negara di Kota Bogor untuk berpesta pada malam tahun baru.
Selanjutnya, kebijakan ini meluas bagi seluruh warga Kota Bogor. Bima melarang penjualan kembang api. Wali kota petahana ini juga mengimbau semua warga untuk merayakan tahun baru dengan berdoa bersama.
Warga Kota Bogor berkumpul di Lapangan Sempur menggelar acara doa bersama. (Alinea.id/Laila Ramdhini),
Senin (31/12) sore, Bima sempat melakukan “razia” dengan menumpak motor dinas. Dalam akun Instagram miliknya, Bima menyebut, penyisiran itu dilakukan untuk memastikan tidak ada penjual petasan atau kembang api di malam tahun baru.
Meski terasa tidak populer, rupanya larangan berpesta di malam tahun baru juga sudah dilakukan para pemimpin daerah lain.
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor melalui Surat Edaran 065/62278/B.Org mengimbau seluruh pemegang kepentingan dan warga Kalimantan Timur untuk tidak mengisi kegiatan pergantian tahun baru dalam bentuh hiburan berlebihan. Selain itu, aktivitas terkait menyalakan kembang api, petasan, serta peniupan terompet juga tak boleh dilakukan.
Di Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun mengisi malam pergantian tahun dengan cara yang tak biasa. Anies menggelar acara nikah massal yang berpusat di Ancol, Jakarta Utara. Tak ketinggalan, Anies mengundang Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym untuk mengisi ceramah di acara tersebut.
Nikah dan isbat massal diikuti 557 pasangan. Tercatat, sebanyak 221 pasangan peserta nikah massal dan 336 lainnya isbat. Isbat merupakan peresmian pernikahan, dari sebelumnya hanya dilakukan secara siri.
“Kita bersyukur dalam merayakan malam tahun baru ini, kita mengadakan kegiatan rutin setiap tahunnya. Insyaallah ini menjadi budaya yang terus dilakukan nantinya," ujar Anies saat meresmikan acara nikah dan isbat massal di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (31/12) malam.
Sementara itu, doa bersama juga digelar di daerah yang terdampak bencana, seperti Banten dan Nusa Tenggara Barat. Gubernur Banten Wahidin Halim menggelar istigasah di lokasi terdampak tsunami Selat Sunda pada malam pergantian tahun.
Memutus tradisi
Tahun baru Masehi, dalam catatan sejarah, ditetapkan berdasarkan perhitungan kalender Romawi. Dalam penerapannya, terjadi perbedaan pendapat dari para pemikir Romawi kuno. Januari, konon diambil dari nama Dewa Janus.
Orang-orang Romawi merayakan tahun baru dengan menawarkan pengorbanan kepada Janus, bertukar hadiah dengan orang lain, mendekorasi rumah dengan ranting pohon salam, dan menghadiri pesta hingga sangat berisik dan kacau. Selanjutnya, di abad Pertengahan Eropa, pemimpin umat Nasrani menjadikan 1 Januari sebagai hari pertama dalam setiap tahun.
Pada perkembangannya, perayaan tahun baru kerap diikuti dengan peniupan terompet serta menyalakan kembang api dan petasan. Jurnal Daulah Islam pada Desember 2013 menulis, terompet merupakan ciri khas bangsa Yahudi saat merayakan pesta. Sementara, di China, pesta-pesta tersebut juga diiringi dengan kembang api dan petasan.
Warga mengikuti doa dan zikir akbar tahun baru di Sempur, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (1/1). (Antara Foto).
Berpijak dari sejarah dan argumentasi religius itu, larangan untuk merayakan pergantian tahun dari para pemuka agama maupun pemimpin daerah bisa dimaklumi. Meski ada sebagian orang yang merasa rugi dan berdalih kehilangan momen setahun sekali.
Lagi pula, sepanjang tahun 2018, negeri kita dilanda bencana alam. Akhirnya, perayaan pesta pora dirasa kurang pas, sebab sebagian saudara kita sedang mengalami kesusahan.
Meski begitu, di beberapa daerah pesta kembang api tetap terpantau. Misalnya saja di anjungan Pantai Losari, Makassar; di lapangan Puputan Badung, Denpasar; di Pantai Padang, Sumatra Barat; dan di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memang mengimbau masyarakat untuk tidak berlebihan dalam menyambut pergantian tahun 2018.
"Sambut Tahun Baru 2019 dengan semangat kesederhanaan, menjauhkan diri dari sikap boros, berfoya-foya dan menghambur-hamburkan uang untuk kepentingan yang tidak banyak manfaatnya," kata Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Saadi, seperti dikutip dari Antara, Senin (31/9).
Zainut mengatakan, masyarakat perlu menjadikan 2019 sebagai periode menggalang solidaritas nasional untuk meringankan penderitaan korban bencana di Lombok (NTB), beberapa daerah di Sulawesi Tengah, serta pesisir Banten dan Lampung.
Daripada hanya membakar kembang api, meniup terompet, serta membuat resolusi sendiri, memang rasanya berdoa berjemaah bagi keselamatan Indonesia lebih penting dilakukan di awal tahun ini. Selamat tahun baru.