close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota DPR duduk di antara bangku kosong sat mengikuti Rapat Paripurna ke-11 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Antara Foto
icon caption
Anggota DPR duduk di antara bangku kosong sat mengikuti Rapat Paripurna ke-11 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Antara Foto
Nasional
Kamis, 26 September 2019 16:53

Serahkan DIM RUU Minerba, Pemerintah dan DPR dituduh bohongi rakyat

Pemerintah melalui Kementerian ESDM menyerahkan DIM RUU Minerba ke DPR pada Rabu malam.
swipe

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai telah membohongi rakyat karena tetap melakukan pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang Nomor 4 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Lewat operasi senyap, pada tengah malam pemerintah dan DPR melakukan penyerahan daftar inventaris masalah (DIM) terkait RUU Minerba. 

Padahal, sebelumnya pemerintah dan DPR sama-sama sepakat menyatakan menunda pembahasan empat RUU. Selain RUU Minerba, di antaranya yang juga ditunda yakni RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Pertanahan.

Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Dwi Sawung, menilai kegiatan tersebut bertentangan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Sebelumnya, bekas Wali Kota Solo itu meminta agar empat RUU yang salah satunya RUU Minerba agar ditunda pembahasannya. 

“Sehingga yang terjadi pada malam hari itu terkesan membohongi rakyat. Seolah memberi waktu ditunda, tapi tetap teruskan semua prosesnya. Saya pikir nanti di paripurna selanjutnya akan disahkan,” ucap Dwi Sawung dalam jumpa pers di Jakarta pada Kamis (26/9).

Karena proses pembahasannya yang tertutup, Dwi megakui, belum mengetahui poin-poin yang tercantum dalam DIM RUU Minerba tersebut. “Kita tidak tahu (draft baru), apakah sama dengan yang terakhir kita terima dengan berbagai macam pasal yang malah melanggar eksploitasi sumber daya alam (atau tidak),” ujarnya.

Sementara itu, peneliti dari Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho, menilai pernyataan Presiden Jokowi yang meminta agar RUU Minerba ditunda menjadi agak bias dalam pengertiannya.  

Pasalnya, hal itu membuka kesempatan bagi pemerintah dan DPR untuk berkelit, bahwa ditunda yang dimaksud oleh Presiden Jokowi adalah penundaan dalam pengesahan, bukan pembahasan. “Padahal yang diinginkan masyarakat, mahasiswa, itu adalah (tunda) pembahasannya,” ujarnya.

Dengan diserahkannya DIM tersebut, menurut Aryanto, membuat masyarakat sangat kecewa terhadap negara. Terlebih, pernyataan penundaan yang dilayangkan presiden masih hangat, belum sampai seumur jagung.

"Terus terang ini sangat melukai masyarakat. Sangat melukai mahasiswa, apa yang disampaikan pimpinan DPR dan presiden ternyata tidak dijalankan, dalam hal ini Kementerian (ESDM) dan Komisi VII," kata Aryanto.

Lebih lanjut, Aryanto mengatakan, ada kesan tarik ulur yang dilakukan oleh DPR. Para anggota dewan tak menggubris permintaan masyarakat yang meminta agar pembahasan dilakukan secara transparan dan akuntabel. 

Itu terjadi lantaran wakil rakyat selalu berkelit dengan mengatakan pembahasan RUU Minerba akan dilakukan oleh anggota DPR periode 2019-2024. Alasan demikian, kata dia, hanya akal-akalan saja karena belum lama ini bersamaan dengan aksi demonstrasi pada Selasa (24/9), DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

“Artinya kalau di UU lama itu kalau ganti (anggota) DPR, dia (pembahasan UU) harus dimulai dari awal, tapi sekarang (setelah revisi) dia tinggal melanjutkan saja,” kata Aryanto.

Menurutnya, dalam pembahasan undang-undang yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak perlu tergesa-gesa. Terlebih dalam RUU Minerba yang dikhawatirkan adanya upaya menyelundupkan kepentingan pihak-pihak tertentu. Untuk menghindari penyalahgunaan, pembahasan semestinya dilakukan secara transparan.

"Kita coba kalau cek pembahasan RUU Minerba versi DPR ini, yang diundang itu kalau asosiasi dan akademisi beberapa perguruan tinggi. Masyarakat sipil tak pernah diundang, mahasiswa tak pernah diundang, apalagi masyarakat-masyarakat sekitar tambang yang mereka akan menjadi korban dari eksploitasi sumber daya alam," ujar Aryanto. 

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan