close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kasubag Opinev Bag Penum Ropenmas Divisi Humas Polri AKBP Zahwani Pandra Arsyad (kiri) bersama Kasubdit 1 Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Dani Kustoni (tengah) memperlihatkan barang bukti kasus pornografi online atau
icon caption
Kasubag Opinev Bag Penum Ropenmas Divisi Humas Polri AKBP Zahwani Pandra Arsyad (kiri) bersama Kasubdit 1 Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Dani Kustoni (tengah) memperlihatkan barang bukti kasus pornografi online atau
Nasional
Jumat, 15 Februari 2019 17:36

Seratusan orang jadi korban pemerasan bermodus video call sex

Pemerasan dilakukan dengan ancaman menyebarkan rekaman pornografi yang dilakukan korban.
swipe

Aparat kepolisian membongkar sindikat pemerasan bermodus layanan jasa video call sex (vcs). Sindikat ini berhasil mengelabui lebih dari 100 orang korban dengan rata-rata kerugian per orang mencapai puluhan juta rupiah.

Kasubag Opinev Bag Penum Ropenmas Divisi Humas Polri AKBP Zahwani Pandra Arsyad menjelaskan, sindikat ini terdiri dari tiga orang dengan peran berbeda. Ketiganya adalah SF, AY, dan VB.

SF membuat sejumlah akun Facebook palsu dengan foto perempuan yang diambil dari media sosial. Akun ini digunakan untuk menjalin pertemanan dengan korban, sebelum kejahatan mereka lakukan.

"Aksi dimulai dengan menghubungi korban via Facebook video call, messenger atau Whatsapp Video Call, sesuai dengan nomor korban yang dicantumkan pada profil akun media sosial milik para korban," ujar Pandra Arsyad di Kantor Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (15/1).

Kepada korbannya, SF menawarkan layanan vcs dengan pembayaran transfer uang atau pulsa. Setelah terjadi kesepakatan, SF akan menampilkan video adegan seksual atau ketelanjangan. 

Kebanyakan korban, kerap hanyut dengan melakukan aktivitas seksual atau menunjukkan ketelanjangannya saat melakukan vcs. Saat itulah SF merekam adegan korban untuk memerasnya.

"Pelaku akan mengancam dan memaksa korban agar mengirimkan sejumlah uang. Bila permintaan tidak dipenuhi, pelaku mengancam akan mengedarkan file tersebut kepada teman-teman korban di media sosial," kata Pandra.

Modus pemerasan dengan layanan vcs ini, telah dilakukan SF sejak Februari 2018 lalu. Polisi baru melakukan pelacakan, beberapa bulan sejak adanya laporan dari salah satu korban. 

SF ditangkap pada awal Februari 2019 lalu di rumah orang tuanya di Sidrap, Sulawesi Selatan. Dari tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa beberapa gawai, buku rekening, kartu ATM, dan SIM card.

Dalam menjalankan aksinya, SF dibantu AY untuk membuat akun Facebook palsu lain. AY juga menawarkan layanan vcs dan memeras korbannya.

Adapun VB, berperan sebagai penerima dana dari para korban, dengan mempersiapkan rekening bank untuk transfer dana. Saat ini, AY dan VB masih dalam pencarian aparat kepolisian dan ditetapkan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Pandra mengimbau masyarakat agar tidak mencantumkan data pribadi di akun media sosial. Pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, dapat memanfaatkan data pribadi ini untuk melakukan tindak kejahatan.

Masyarakat juga diimbau untuk selektif dalam menjalin pertemanan di media sosial, serta tak mengakses laman, forum, atau akun media sosial bermuatan pornografi. 

"Jangan mengunggah konten pribadi berupa foto, data atau identitas pribadi di dalam akun media sosial yang kemudian dapat digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab,"  kata Pandra.

Polisi menjerat pelaku dengan pasal UU Pornografi dan atau pasal UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta pasal UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara. (Ant)

img
Gema Trisna Yudha
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan