Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot S Dewa Broto rampung diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejatinya, dia dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Menpora Imam Nahrawi.
Kepada wartawan, dia mengaku hanya dikonfirmasi sejumlah dokumen oleh penyidik lembaga antirasuah. Sejumlah dokumen tersebut, kata Gatot, merupakan barang bukti yang telah disita KPK saat penanganan perkara oleh tiga terpidana sebelumnya.
Ketiga terpidana itu ialah mantan Deputi IV bidang peningkatan prestasi olahraga di Kemenpora Mulyana, PPK Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanta.
"Hari ini hanya dalam bentuk pemberkasan saja. Dari dulu itu ada dokumen yang disita oleh KPK, dan sudah dikembalikan ke kami, kemudian disita lagi oleh KPK dalam konteks nanti dalam proses pemeriksaan terhadap PK (peninjauan kembali) Imam Nahrawi. Itu saja," kata Gatot, di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (23/10).
Dia menyebut, sejumlah dokumen yang dikonfirmasi dirinya seperti berkas proposal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Dia menerangkan, konfirmasi terhadap sejumlah dokumen itu dilakukan agar dapat memperkuat KPK akan tindakan yang telah dilakukan terhadap Imam Nahrawi. Tujuannya, agar permohonan praperadilan politkus PKB itu dapat ditolak oleh majelis hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Misalnya dokumen nomor satu apa, fisiknya ini benar enggak? Jadi yang bikin lama itu harus teliti, benar dokumen nomor 1 ini atau disposisi itu harus kami betul-betul. Karena kalau salah nanti dipersidangan kami dianggap tidak teliti gitu," terang dia.
Pada perkaranya, Imam Nahrawi diduga kuat telah menerima uang puluhan miliar rupiah dalam dua kali penyerahan terkait pengurusan dana hibah KONI melalui Kemenpora.
Penerimaan itu terjadi pada medio 2014 hingga 2018. KPK mengendus aliran dana sebesar Rp14,7 miliar masuk ke kantong politikus PKB itu. Kedua, Imam terdeteksi telah menerima uang sebesar Rp11,8 miliar dalam rentang waktu 2016 hingga 2018.
Setidaknya, total penerimaan aliran uang yang masuk ke kantong Imam sekitar Rp26,5 miliar. Diduga, uang tersebut diterima melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Disinyalir, Imam memakai uang sebanyak itu untuk keperluan pribadi.
Berdasarkan temuan KPK, uang tersebut tidak hanya berasal dari dana hibah KONI. Setidaknya, KPK telah mengidentifikasi tiga sumber aliran dana yang diterima Imam. Pertama, anggaran fasilitas bantuan untuk dukungan administrasi KONI dalam mendukung persiapan Asian Games 2018.
Kedua, anggaran fasilitas batuan kegiatan peningkatan kapasitas tenaga keolahragaan KONI Pusat pada 2018. Ketiga, bantuan pemerintah kepada KONI terkait pelaksanaan, pengawasan, dan pendampingan pada kegiatan peningkatan prestasi olahraga nasional.
Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (18/9). Guna memudahkan proses penanganan perkara, KPK telah mencekal keduanya untuk tidak bepergian ke luar negeri dalam beberapa bulan ke depan sejak 23 Agustus 2019.
Atas perbuatannya, Imam dan Ulum disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, Pasal 64 ayat (1) KUHP.