Setahun Anies Baswedan: Antara janji dan bukti
Mengenakan setelan jas putih-putih bikinan Chiu Tailor Penjaringan, Anies Baswedan menghampiri warga yang menyemut di halaman Balai Kota. 16 Oktober 2017. Disambut riuh tepuk tangan, Anis memulai pidato kemenangannya, usai dilantik oleh Jokowi di Istana.
“Jakarta tidak dibangun baru-baru saja dari lahan hampa. Sejak era Sunda Kalapa, Jayakarta, Batavia hingga kini, Jakarta adalah kisah pergerakan peradaban manusia,” ujarnya.
Lewat pidatonya, Anies membakar semangat warga untuk bersatu kembali usai tensi yang tinggi di Pemilihan Gubernur (Pilgub) yang mengantarnya ke DKI-1. Rekonsiliasi memang jadi salah satu fokus utamanya. Dalam laman Jakarta Maju Bersama, duo ini berencana anjangsana ke bekas pemimpin DKI, tokoh lintas agama, dan mengundang perwakilan warga di Balai Kota. Tujuannya? Untuk menyatukan masyarakat dan meminta masukan.
Setelah rampung dengan agenda itu, Anies dan Sandi 'berlari' untuk memenuhi janjinya, menjalankan tiga program kerja prioritas. Menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya, membuat Jakarta naik kelas lewat sektor pendidikan, serta menciptakan biaya hidup yang relatif terjangkau.
100 hari berselang, janji Anies dan Sandi dikritik. "Memang 100 hari masih terlalu singkat untuk menilai suatu pemerintahan dengan periode lima tahun. Tapi 100 hari ini tonggak kita melihat arah Anies-Sandi membawa Jakarta yang belum jelas," ujar Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI, Gembong Warsono, awal Januari lalu.
Kebijakan yang tak jelas itu diintisarikan PDIP dalam sebelas poin. Di antaranya penggunaan kata "pribumi" yang sempat diucapkan Anies Baswedan setelah dilantik yang justru memecah belah warga. Selanjutnya, PDIP menyoroti pembentukan tim gubernur untuk percepatan pembangunan (TGUPP). Menurut Gembong, jumlah anggota TGUPP terlalu banyak.
Partai politik berlambang banteng moncong putih itu menyoroti dibukanya kawasan Monumen Nasional (Monas) untuk kegiatan berskala besar. Dibukanya pagar pembatas juga dikhawatirkan berpotensi merusak keasrian taman di Monas.
Penataan kawasan Tanah Abang pun tak luput dari kritik. Ia mengatakan, banyak aturan yang ditabrak dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Contohnya, aturan lalu lintas dan perda ketertiban umum. Keenam, keputusan Anies-Sandiaga mengizinkan sepeda motor melintasi Jalan MH Thamrin-Medan Merdeka Barat.
Berikutnya, PDI-P mempertanyakan kebijakan down payment (DP) 0 rupiah. Menurut Gembong, kebijakan itu tidak dapat dinikmati seluruh kalangan masyarakat. Sebab, salah satu syarat memiliki hunian tersebut adalah berpenghasilan Rp7 juta per bulan.
Kemudian kebijakan OK-Otrip juga dianggap dilakukan setengah hati. Gembong mengatakan, seharusnya Pemprov DKI menggratiskan transportasi umum bagi warga Jakarta.
Selanjutnya, PDI-P menyoroti kebijakan pengoperasian kembali becak. Hal tersebut, lanjutnya, menimbulkan persoalan baru. "Becak tak lagi sesuai menjadi moda transportasi dengan kondisi Jakarta yang telah menjadi kota megapolitan," kata Gembong.
"Kami juga melihat program OK OCE tidak berpihak kepada UMKM. Anies-Sandiaga tidak konsisten terhadap pemberian modal untuk peserta bukan dana bergulir, melainkan dana dari bank dengan bunga 13%," tandas Gembong.
Setelah satu tahun, apa perubahannya?
Setahun pasca-resmi menjabat, sejumlah pekerjaan rumah tetap belum tuntas diwujudkan oleh Anies. Alinea.id mencatat ada sejumlah program unggulan yang digadang-gadang Anies bersama Sandiaga Uno di awal kepemimpinannya di Jakarta, antara lain program rumah murah DP 0 rupiah, OK-OTrip yang kini berganti nama menjadi Jak Lingko, OK OCE, Taman Maju Bersama, Wisata Halal, dan Naturalisasi Ciliwung.
Pengamat tata kota Universitas Trisakti Nirwono Joga menyampaikan, dalam tenggat waktu satu tahun masa pemerintahan Anies, belum ada hasil yang berarti dari keberlangsungan sejumlah program tersebut.
"Secara umum tidak banyak yang bisa dinilai dari keberhasilan kinerja Gubernur dalam satu tahun," ujarnya kepada saya, Kamis (11/10).
1. Program rumah murah DP 0 rupiah
Untuk program rumah murah bagi kalangan bawah dengan skema DP 0 rupiah, Joga menilai program tersebut berhenti di tengah jalan. Kondisi itu kian memburuk setelah Sandiaga Uno memutuskan mundur untuk maju sebagai Calon Wakil Presiden. Padahal, mengenai pembebasan uang muka bagi warga juga belum jelas mekanismenya.
"Sementara, pembangunan rumah susun sederhana sewa terhenti," ujarnya.
Untuk menyukseskan program tersebut, Pemprov DKI telah mengalokasikan dana sebesar Rp800,6 miliar pada APBD 2018. Groundbreaking di Klapa Vilage, Jakarta Timur telah dilakukan Anies pada Januari 2018. Namun, proses jual beli belum terlaksana lantaran sejumlah Peraturan Gubernur seperti tentang skema pembiayaan belum rampung.
Kemudian, dengan tujuan yang sama Pemprov DKI kembali mengalokasikan dana sebesar Rp717 miliar pada APBD Perubahan tahun ini dengan nomenklatur pinjaman daerah. Dana itu diproyeksikan untuk pembiayaan fasilitas tunjangan uang muka anggaran dan fasilitas likuiditas pembayaran rumah DP 0 rupiah.
2. OK-OTrip yang kini berganti nama menjadi Jak Lingko
Program subsidi transportasi bernama OK OTrip resmi diluncurkan Anies sejak 14 Desember tahun lalu. Namun sejak digagas hingga berganti nama menjadi Jak Lingko, dikatakan Joga, program tersebut menemui banyak kendala, seperti minimnya peminat operator atau koperasi angkutan umum untuk bergabung dengan program tersebut.
"Artinya program tersebut belum menjadi suatu tolak ukur keberhasilan gubernur karena keberhasilannya masih jauh dari harapan," ungkapnya.
Uji coba OK-OTrip telah berjalan empat kali sejak 15 Januari hingga 30 September 2018. Hingga Juli lalu, hanya dua koperasi yang bergabung dalam program dari target sebelas koperasi. Di periode yang sama, angkutan yang bergabung hanya 114 unit dari 2.000 unit yang ditargetkan pada 2018.
Baru-baru ini, Anies mengganti nama OK OTrip dengan Jak Lingko sebagai transformasi program yang digagas Sandiaga Uno. Anies mengklaim nama baru itu akan merepresentasikan wajah baru transportasi massal yag terinntegerasi.
3. OK OCE
One Kecamatan, One Center of Enterpreneurship alias OK OCE menjadi satu dari sejumlah program yang paling dibanggakan Sandiaga Uno ketika resmi memimpin DKI. Bahkan jauh sebelum terpilih, Sandi sudah gencar mensosialisasikan program penciptaan lapangan pekerjaan itu.
Namun Joga menilai, perjalanan program tersebut tak sama sekali mencerminkan keberhasilan keberhasilan wirausaha yang telah bergabung. Informasi yang disampaikan ke publik hanya sebatas jumlah peminat, dengan tidak dicantumkannya informasi mengenai keberhasilan OK OCE.
Berdasarkan website resmi OK-OCE, hingga September lalu, program itu diminati oleh sekitar 51.300 orang. Sekitar 27 ribu di antaranya mendaftar bidang kuliner ke Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, serta Perdagangan.
"Belum ada laporan keberhasilan dari target 40 ribu wirausaha per tahun atau progres pencapaian target 200 ribu wirausaha dalam waktu lima tahun," ungkap Joga.
4. Taman Maju Bersama
Sejak memimpin DKI, Anies tak memastikan apakah akan melanjutkan pembangunan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA), sebagai program unggulan Pemprov DKI di era Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ketidakjelasan itu sempat mengundang kritik dari DPRD DKI, khususnya dari fraksi PDI Perjuangan. Partai berlambang itu menilai pembangunan RPTRA merupakan program bagus yang perlu dilanjutkan lantaran dapat diterima seluruh lapisan warga dan telah terbukti di banyak tempat.
Sementara itu, Joga hingga kini memandang belum ada satu pun Taman Maju Bersama yang dibangun di hampir satu tahun masa kepemimpinan Anies.
"Taman maju bersama belum ada, sementara RPTRA dihentikan," terangnya.
5. Wisata Halal
Gubernur Anies Baswedan menyatakan akan meluncurkan kawasan wisata halal di Jakarta sebagai kompensasi ditutupnya sejumlah lokasi hiburan malam, salah satunya Alexis di awal 2018 lalu.
Tak lama berselang, Wagub Sandiaga saat itu mengklaim, Anies telah meneken Peraturan Gubernur (Pergub) tentang kawasan Wisata Halal di Ibukota, meski ada sejumlah revisi yang perlu dilakukan.
Namun, Joga menyampaikan hingga kini kawasan tersebut tak kunjung tampak di Jakarta. "Benar Anies telah menunaikan janjinya dengan keberhasilan menutup Alexis namun bagaimana dengan perkembangan tempat hiburan lainnya, lalu Wisata Halal apa kabarnya," tanya Joga.
6. Naturalisasi Sungai
Di awal 2018, Gubernur Anies mengeluarkan wacana naturalisasi sungai sebagai kolaborasi dengan program normalisasi sungai untuk mengatasi banjir yang digenjot Ahok di masa pemerintahannya.
Dalam naturalisasi sungai, Anies menginginkan sungai-sungai di Jakarta bisa mengelola air dengan baik, tapi tetap mempertahankan ekosistem asli.
Sama seperti program-program lainnya, Joga menilai naturalisasi sungai hingga kini tak jelas prosesnya. Karena itu juga yang membuat Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meniadakan anggaran untuk mengurusi sungai yang melintasi Jakarta.
"Bahkan bisa jadi peniadaan anggaran tersebut sampai 2022," tandasnya.
Meski demikian, Gubernur Anies menilai wajar masih adanya program yang tercecer untuk direalisasikan dalam tenggat waktu satu tahun. Yang terpenting menurutnya adalah komitmen semua yang direncanakan akan dieksekusi Pemprov DKI.
"Karena ada hal yang memang bisa selesai enam bulan, ada yang selesai sembilan bulan, ada yang perlu waktunya 24 bulan. Jadi itu sesuai dengan jadwal eksekusi program," kata Anies usai menghadiri paripurna di gedung DPRD, Rabu (10/10)
Pada kesempatan itu, Anies menegaskan seluruh programnya tidak disusun dengan jadwal politik. Semua rencananya dibangun dengan kajian oleh para ahli.
"Dari awal saya katakan pembangunan itu disusun dengan jadwal teknokrasi bukan disusun dengan jadwal politik," ungkap mantan Menteri Pendidikan itu.