Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, menyatakan gerakan tarbiah di kampus-kampus berpotensi menimbulkan radikalisme. Keberadaannya yang sudah cukup mengakar di kampus, membuat gerakan ini cukup sulit untuk dicerabut.
Bonar menyebutkan, ada tujuh tipologi ideologi yang masih eksis di perguruan tinggi saat ini. Temuan ini didasarkan pada hasil obrservasi Setara terhadap 10 perguruan tinggi negeri.
"Pertama konservatif, fundamental, liberal, sekuler, netral, inklusif, dan eksklusif," ucap Bonar dalam konferensi pers Setara Institute di Hotel Ibis Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (30/6).
Dari ideologi-ideologi tersebut, Bonar mengatakan ideologi konservatif menempati posisi teratas. Menurutnya, ideologi ini telah mengarah kepada eksklusivisme mahasiswa Indonesia.
Bonar mengatakan, eksklusivitas memberi dampak negatif pada perkembangan kampus karena keadaan menjadi tidak seimbang. "Karena dia merasa kuat, sehingga dia cenderung untuk menyingkirkan lawan-lawan politik di kampus. Dan ini menjadi tidak sehat," ucap Bonar.
Bahkan lebih jauh, dampak negatifnya bisa meluas hingga memengaruhi situasi negara. Ini dikarenakan kekuatan radikalisme berpotensi mengikuti kehadirannya.
Eksklusivitas yang muncul di kampus-kampus, dinilai terpengaruh oleh masifnya gerakan-gerakan keagamaan. Salah satu yang dinilai memiliki dampak besar ialah gerakan tarbiah.
"Sebenarnya sah-sah saja ya melakukan gerakan keagamaan, tapi yang membuat gerakan tarbiah berpotensi radikalisme itu ialah gerakan itu berafiliasi dengan partai politik. Kerap dimobilisasi sebagai sebuah serangan," katanya.
Dia menilai cukup sulit membendung gerakan tarbiah yang sudah berkembang cukup lama di kampus. Karena itu dia mengajak semua pihak untuk ikut serta menanganinya, termasuk partai politik.
Pelibatan partai politik dinilai cukup penting, karena gerakan tarbiah diduga merupakan perpanjangan tangan partai untuk membentuk kaderisasi sedari awal. Dengan demikian, partai politik dengan ideologi atau visi dan misi berbeda, dapat membendung gerakan tarbiah ini.
"Saya berharap parpol-parpol lain yang mengusung ideologi berbeda masuk kembali ke dalam kampus, kalau memang begini adanya. Dari pada kader mereka hanya comot orang-orang terkenal, mending dibentuk dari mahasiswa. Ini tapi saran agar seimbang saja dan meminimalisir keeksklusifan sebuah gerakan," terang Bonar.