Setara Institute mengecam keras sikap pelaksana tugas (Plt) Bupati Sintang, Sudiyanto yang memerintahkan pembongkaran sukarela atas masjid Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Sintang dan mengancam pembongkaran atas masjid.
Dalam surat bernomor 331.1/4110/Satpol.PP-B/2021, tertanggal 8 September 2021, Plt Bupati Sudiyanto juga mengancam akan melakukan pembongkaran atas objek dimaksud jika JAI tidak melakukannya sesuai tenggat waktu yang diberikan.
Menurut Setara, tindakan tersebut inkonstitusional karena melanggar Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tindakan Plt bupati itu dinilai tunduk pada tekanan kelompok intoleran, serta memantik kebencian dan kekerasan lanjutan atas minoritas Ahmadiyah di Sintang.
"Plt Bupati keterlaluan," kata Direktur Riset Setara, Halili Hasan kepada Alinea.id, Kamis (16/9).
Halili menegaskan, tindakan Sudiyanto mencerminkan sikap keras kepala dan mengabaikan seruan dan respons berbagai kalangan, baik pusat maupun daerah yang mengecam peristiwa kekerasan atas JAI Sintang pada 3 September 2021.
Dia menyebut Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Kemendagri, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Komisi III DPR pengurus pusat partai politik (PDIP-Hanura), beberapa organisasi keagamaan, dan berbagai jaringan kelompok masyarakat sipil, sudah menyampaikan pandangan.
"Mereka mengecam dan mengutuk terjadinya peristiwa kekerasan dan tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) atas JAI Sintang, mendesak agar pelaku diproses secara hukum dan agar para korban dilindungi," ujarnya.
Dalam pandangan Setara, lanjut Halili, muatan surat Sudiyanto tersebut mengada-ada. Berdasarkan studi lapangan dan investigasi yang dilakukan Setara Institute, JAI Sintang bukan memfungsikan bangunan sebagai tempat ibadah.
JAI Sintang, katanya, sejak awal membangun masjid, bukan bangunan lain, dengan itikad baik melaporkan terlebih dahulu kepada bupati dan mendapatkan respons baik dari bupati pada 2020.
"Maka pendasaran pada Perda Kabupaten Sintang No 8 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung, sebagaimana dalam surat yang ditandatangani Plt Bupati, hanyalah upaya mencari pembenaran bagi Pemda Kabupaten Sintang untuk memenuhi tuntutan dan tekanan kelompok intoleran," bebernya.
Untuk itu, jelas Halili, Setara mendesak Kemendagri untuk melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan kewenangannya untuk memastikan Pemerintah Kabupaten Sintang melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah, sebagaimana tertuang dalam Pasal 67 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.