Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan dalam kasus dugaan suap pembahasan substansi rancangan peraturan daerah, tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi 2017.
Lokasi yang disisir tim penyidik KPK kali ini adalah kediaman Sekretaris Daerah Jawa Barat nonaktif Iwa Karniwa yang berlokasi di Cimahi, Bandung, Jawa Barat.
"Setelah melakukan penggeledahan di dua lokasi kemarin, hari ini tim datangi rumah tersangka IWK (Iwa Karniwa) di Cimahi untuk lakukan penggeledahan," ujar Kepala Biro Humas KPK Febri Diasnyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (1/8).
Pada Rabu (31/7), penyidik KPK telah menggeledah ruang kerja Iwa. Selain, penggeledahan di hari yang sama dilakukan di Kantor Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat.
Penyidik mengamankan sejumlah dokumen terkait Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Barang bukti elektronik lainnya turut disita dalam penggeledahan ini.
Iwa Karniwa ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini pada Senin (29/7). Kasus ini muncul dari pengembangan kasus pembangunan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Tak hanya Iwa, KPK juga menetapkan status tersangka kepada Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk. Bartholomeus Toto. Namun, dia ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap terkait dengan pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Iwa diduga telah meminta uang dari terpidana Neneng Rahmi Nurlaili selaku Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Kabupaten Bekasi pada 2017 sebesar Rp1 miliar.
Uang tersebut disinyalir guna memuluskan proses pembahasan RDTR Kabupaten Bekasi 2017 yang saat itu tengah dibahas di tingkat provinsi.
Atas permintaan KPK, pihak imigrasi telah menerbitkan surat cekal terhadap Iwa dan Bartholomeus. Pencekalan keduanya agar tak bepergian ke luar negeri, berlaku hingga enam bulan ke depan. Pencekalan dilakukan guna memperlancar penanganan proses hukum terhadap keduanya.
Atas perbuatannya, KPK menyangkakan Iwa dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.