close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pengacara Setya Novanto saat melaporkan meme ke polisi. (foto: Antara)
icon caption
Pengacara Setya Novanto saat melaporkan meme ke polisi. (foto: Antara)
Nasional
Selasa, 07 November 2017 20:15

Setya Novanto di antara meme dan kasus e-KTP

Setelah gugatan praperadilan atas penetapan tersangkanya dikabulkan, Setya Novanto kini menyeret pembuat meme ke pengadilan.
swipe

Penyidik Bareskrim Polri menangkap Dyan Kemala Arrizzqi lantaran dianggap menyebar meme Ketua DPR, Setya Novanto (Setnov). Perempuan berusia 29 tahun itu dituduh melakukan pencemaran nama baik dan penghinaan melalui media sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi elektronik (ITE).

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Raja July Antoni memastikan bahwa Dyan adalah kader partainya. Meski demikian, ia menegaskan perempuan asal Tangerang itu hanyalah anggota biasa dan tidak masuk dalam struktur pengurus partai.

“Iya dia anggota PSI di Tangerang, anggota biasa,” ujar Raja saat dikonfirmasi Alinea, Selasa (7/11).

Tak hanya itu, Raja enggan berkomentar lebih jauh terkait langkah PSI terhadap Dyan yang kini tengah berhadapan dengan hukum. “Selebihnya no comment ya,” sambungnya.

Sedangkan Ketua Umum PSI, Grace Natalie memastikan advokat yang juga anggota partainya akan mendampingi kasus yang menjerat Dyan. Namun, ia menyebut pendampingan itu hanya sebagai solidaritas.

“Dyan sudah didampingi oleh advokat sesama anggota PSI, sebagai solidaritas sesama kawan anggota,” terang Grace saat dikonfirmasi terpisah.

Selain Dyan, 32 akun di berbagai medsos juga dilaporkan atas tuduhan serupa. Kasus tersebut kini tengah ditangani oleh Bareskrim Polri.

Sindiran wakil kepala negara

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menilai kasus meme sebaiknya tak perlu diproses. Bahkan, ia menyebut pengadilan akan kuwalahan jika semua meme hasil ekspresi diproses hukum.

"Kalau semua meme itu harus diadili, capek nanti pengadilan. Karena begitu banyak, itu semacam karikatur, berekspresi," ujar Kalla seperti dikutip dari Antara, Selasa (7/11/).

Orang nomor dua di Indonesia itu menambahkan, penjelasan dokter yang merawat Setnov lebih penting ketimbang proses hukum kasus meme. Terlebih pada akhir September hingga awal Oktober 2017, Setnov sempat dirawat di RS Premier Jatinegara karena menderita sejumlah penyakit.

"Tapi yang paling pokok di sini adalah kasus ini harus ada penjelasan dari dokter. Dokter harus menjelaskan, bahwa memang dia (Setnov) sakit," ujar Kalla.

Bahkan, Kalla menegaskan pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Setnov, tak perlu izin presiden. Apalagi, kata dia KPK memiliki Undang-Undang yang mengatur terkait hal tersebut.

"KPK tidak butuh izin untuk memeriksa, kalau polisi memang. Tapi kalau KPK ada UU sendiri, tidak perlu izin Presiden," tandasnya.

KPK pun menjadwalkan pemanggilan Setnov sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo terkait kasus korupsi e-KTP. Terlebih pada ia tak hadir pada pemanggilan Senin kemarin.

"Terkakit dengan ketidakhadiran kemarin, kami akan panggil kembali dalam posisi sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo," jelas Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.

Total, KPK telah memanggil Setnov sebanyak sembilan kali untuk dijadikan saksi beberapa tersangka kasus e-KTP. Dari jumlah tersebut, Setnov hanya dua kali memenuhi panggilan lembaga antirasuah.

"Itu dalam penyidikan saja. Ada beberapa yang hadir sekitar dua kali," papar Febri.

Selain itu, Febri membenarkan adanya surat perintah penyidikan (sprindik) baru dalam pengembangan kasus e-KTP. Surat tersebut dikeluarkan pada akhir Oktober lalu.

"Jadi, ada surat perintah penyidikan di akhir Oktober untuk kasus E-KTP ini. Itu sprindik baru dan ada nama tersangka," terangnya.

Meski demikian, Febri enggan menjelaskan lebih lanjut soal nama tersangka serta Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait pengembangan kasus e-KTP itu. Sebaliknya, KPK masih mencari waktu yang tepat untuk menjabarkan isi surat tersebut ke publik.

"Ada kebutuhan humas dan penyidik harus berkoordinasi lebih lanjut untuk mencari waktu tepat untuk pengumuman lebih lengkap," pungkas Febri.

Sebelumnya, Setnov pernah dijadikan tersangka kasus korupsi e-KTP pada 17 Juli 2017. Namun, ia menggugat penetapan tersangka dan dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 29 Septeber 2017. Hakim tunggal Cepi Iskandar menyatakan bahwa penetapan Ketua DPR itu sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.

Adapun pertimbangan hakim, lembaga antirasuah dianggap menyalahi prosedur dan tata cara UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KUHAP, dan SOP KPK.

img
Syamsul Anwar Kh
Reporter
img
Syamsul Anwar Kh
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan