close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Meski dilarang polisi, BEM SI membawa 2.000 mahasiswa tetap akan menggelar demonstrasi di depan Istana Negara Jakarta pada Kamis (17/10). / Antara Foto
icon caption
Meski dilarang polisi, BEM SI membawa 2.000 mahasiswa tetap akan menggelar demonstrasi di depan Istana Negara Jakarta pada Kamis (17/10). / Antara Foto
Nasional
Kamis, 17 Oktober 2019 06:10

Siang ini, ribuan mahasiswa demo di Istana Negara

Meski dilarang polisi, BEM SI membawa 2.000 mahasiswa tetap akan menggelar demonstrasi di depan Istana Negara Jakarta pada Kamis (17/10).
swipe

Meski dilarang polisi, BEM SI membawa 2.000 mahasiswa tetap akan menggelar demonstrasi di depan Istana Negara Jakarta.

Koordinator media Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Ghozi Basyir Amirullah menegaskan pada Kamis (17/10), mahasiswa akan melakukan aksi unjuk rasa di Istana Negara, Jakarta.

Walau begitu, ketika disinggung mengenai pihak kepolisian yang sudah melarang adanya aksi dengan tidak menerbitkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP), pihaknya tidak gentar untuk tetap melayangkan tuntutannya.

"Kita mah di negara demokrasi ini tetap gelar aksi. Kan surat aksi itu kan pemberitahuan, bukan izin," kata Ghozi saat dikonfirmasi dari Jakarta, Rabu (16/10).

Rencananya, BEM SI akan membawa tuntutan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera mengeluarkan Peraturan Pengganti Perundang-undangan atau Perppu terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang sudah disahkan oleh DPR.

Dia mengklaim, sebanyak 2.000 mahasiswa bakal turut serta dalam unjuk rasa yang digelar di Kawasan Medan Merdeka, Monumen Nasional (Monas) itu. "Dari Aliansi BEM SI Jabodetabek dan Banten," kata dia.

Aksi tersebut direncanakan akan digelar sejak pukul 13.00 WIB dan diperkirakan berakhir pada pukul 18.00 WIB.

Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gatot Eddy Pramono, menegaskan kepolisian tidak akan memproses surat pemberitahuan aksi unjuk rasa pada periode 15 sampai 20 Oktober 2019. Menurut Gatot, tak boleh ada aksi unjuk rasa di Jakarta hingga pelantikan Presiden dan Wakil Presiden usai pada 20 Oktober. 

"Apabila ada yang menyampaikan surat pemberitahuan tentang akan dilaksanakan penyampaian aspirasi, kami tidak akan memberikan surat tanda penerimaan terkait itu. Mulai besok sudah kita berlakukan," kata Gatot. 

Menurut Gatot, keputusan ini dikeluarkan demi menjaga agar pelantikan pasangan Jokowi dan Ma'ruf berlangsung aman dan lancar. Apalagi, pelantikan Jokowi-Ma'ruf dihadiri tamu-tamu asing.

"Tujuannya adalah agar situasi tetap kondusif karena kita menghormati (tamu yang hadir) pada saat pelantikan. Beberapa kepala negara akan hadir (dan) juga utusan-utusan khususnya," ujar Gatot.

Sementara itu, pada Kamis (17/10) juga bertepatan dengan berlakunya revisi UU KPK. Ihwal itu karena sudah 30 hari setelah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada (17/9) lalu. Hal itu sesuai dengan Pasal 73 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 12 tahun UU. No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang berbunyi:

Pasal 73 ayat (1)

Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.

Pasal 73 ayat (2)

Dalam hal Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan