close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sidang perdana kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021-Maret 2022 di PN Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).Alinea.id/Gempita Surya
icon caption
Sidang perdana kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021-Maret 2022 di PN Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).Alinea.id/Gempita Surya
Nasional
Rabu, 31 Agustus 2022 18:41

Sidang kasus korupsi migor, kuasa hukum terdakwa bakal ajukan eksepsi

Kuasa hukum terdakwa akan membuka kelemahan dari kebijakan yang mengakibatkan kerugian para produsen, termasuk klien mereka.
swipe

Lima terdakwa kasus dugaan korupsi minyak goreng, didakwa merugikan negara hingga Rp18,3 triliun. Juniver Girsang selaku pengacara Master Parulian Tumanggor, yang merupakan salah satu terdakwa dalam perkara ini, menilai eks-Menteri Perdagangan M Lutfi perlu turut bertanggung jawab di kasus yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng ini.

Pihak Parulian mengklaim kliennya dirugikan karena kebijakan yang diterbitkan M Lutfi. Juniver menilai, kebijakan terkait minyak goreng antara yang satu dengan lainnya tidak konsisten atau saling bertentangan.

"Yang mengakibatkan para produsen ini sulit dan tidak bisa bergerak, dan malahan tidak tahu apa yang harus diambil langkahnya. Oleh karenanya, sebenarnya yang harus diminta pertanggungjawaban itu adalah Mendag-nya sendiri dengan kebijakan-kebijakan yang telah merugikan para produsen," kata Juniver kepada wartawan usai sidang di PN Jakarta Pusat, Rabu (31/8).

Juniver mengaku, akan mengajukan eksepsi terkait dakwaan jaksa penuntut umum pada sidang hari ini. Dikatakan Juniver, pihaknya akan membuka kelemahan dari kebijakan yang mengakibatkan kerugian para produsen, termasuk klien mereka.

"Dan khususnya kami yang mengalami kerugian dengan kebijakan-kebijakan yang tidak konsisten tersebut, bukan malahan dikatakan merugikan negara," ujarnya.

Terpisah, Otto Hasibuan selaku pengacara Stanley MA menyebut, ada banyak kelemahan dalam dakwaan jaksa pada perkara ini. Otto menilai dakwaan disusun secara tidak cermat, sebab pada hari yang sama saat sidang digelar, ada perubahan dakwaan terkait pasal yang dituduhkan kepada kliennya.

Padahal, perubahan dakwaan sesuai peraturan perundangan, hanya bisa dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum sidang dimulai.

"Kalau yang tidak cermat, biasanya menurut hukum itu harus dinyatakan tidak dapat diterima. Saya kira enggak konsisten, yang paling utama ini tidak cermat. Artinya tidak jelas sebenarnya mana, di pasal berapa yang akan didakwakan," kata Otto.

Diharapkannya, hal ini dapat menjadi pertimbangan majelis hakim untuk menerima keberatan yang diajukan dalam tahap eksepsi.

"Mudah-mudahan dengan ini majelis hakim bisa mempertimbangkan, karena kami sudah memutuskan kepada hakim untuk mengajukan eksepsi terhadap dakwaan ini," ucap dia.

Untuk diketahui, kuasa hukum dari kelima terdakwa sepakat untuk mengajukan eksepsi dari dakwaan yang dilayangkan jaksa penuntut umum pada sidang hari ini.

Lima terdakwa kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada Januari 2021-Maret 2022 atau perkara minyak goreng, didakwa merugikan negara hingga Rp18,3 triliun. Dakwaan tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perdana yang digelar hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/8).

Kelima terdakwa tersebut yakni mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, serta penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Kemudian, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.

"Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," kata jaksa penuntut umum.

Atas perbuatannya, para terdakwa terancam melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan