Simpul lambannya hasil tes Covid-19 PCR
Setelah mengetahui istrinya reaktif Covid-19 melalui tes antigen pada Minggu (25/7), keesokan harinya Fatah berinisiatif ingin melakukan tes swab polymerase chain reaction (PRC) di Puskesmas Kecamantan Cilandak, Jakarta Selatan.
Namun, petugas kesehatan di puskesmas itu mengatakan, warga yang ingin melakukan tes PCR harus dijadwalkan dahulu. Hasilnya pun akan lama keluar.
“Katanya, hasilnya keluar 10 hari,” kata Fatah ketika berbincang dengan Alinea.id, Minggu (1/8).
Ia disarankan untuk melakukan tes Covid-19 secara mandiri di rumah sakit atau klinik. Namun, karena terbentur biaya, ia memilih isolasi mandiri tanpa tes. Fatah adalah satu dari banyak warga yang mengeluh terlalu lama hasil tes Covid-19 PCR keluar.
Laboratorium kelimpungan
Menjawab keluhan warga seperti Fatah, Kepala Puskesmas Kecamatan Cilandak, Maryati menuturkan, lamanya hasil pemeriksaan tes PCR diakibatkan spesimen yang mengantre di laboratorium. Jumlah tes usap PCR, kata dia, meningkat seiring melonjaknya kasus harian Covid-19 di Jakarta pada medio Juni hingga akhir Juli 2021.
Merujuk data pemeriksaan Covid-19 dalam situs corona.jakarta.go.id, angka kasus harian positif Covid-19 di Jakarta mulai melonjak pada 25 Juni 2021. Saat itu, jumlah orang yang dites sebanyak 22.911, dengan hasil sebanyak 9.271 orang dinyatakan positif Covid-19. Lalu, total spesimen dites sebanyak 31.858, dengan 14.904 dinyatakan positif.
Jumlah orang dan spesimen yang diperiksa cenderung naik-turun hingga awal Agustus 2021. Pada 4 Agustus 2021, positivity rate spesimen harian di Jakarta sebesar 21,7%, dengan orang yang dites sebanyak 20.465 dan spesimen yang dites sebanyak 26.579. Ada 2.311 orang dinyatakan positif berdasarkan hasil tes PCR.
Kondisi ini membuat laboratorium swasta yang bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk memeriksa tes swab PCR kewalahan. Maryati mengaku, jumlah spesimen yang diperiksa melebihi kapasitas kemampuan laboratorium.
“Kemampuan laboratorium itu hanya 500-an (spesimen per hari). Sementara dari Puskesmas Cilandak saja sehari bisa 250 hingga 300 (spesimen yang dikirim) ke laboratorium itu,” tutur Maryati saat dihubungi, Minggu (1/8).
Yang makin membuat antrean panjang adalah laboratorium tersebut juga memeriksa swab PCR dua puskesmas lainnya di Jakarta, serta membuka layanan tes mandiri. Maryati mengungkapkan, pihaknya sudah melayangkan surat keluhan ke pihak laboratorium dan Suku Dinas (Sudin) Kesehatan DKI Jakarta Selatan karena kendala tadi.
Maryati mengaku, pihaknya tak ingin pasien mendapat hasil pemeriksaan swab PCR terlalu lama. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa.
“Kita inginnya cepat, tapi kita terbentur dengan laboratorium yang load-nya banyak,” ucapnya.
Saat ini, kata Maryati, jumlah sampel swab PCR yang diperiksa laboratorium sudah kembali normal, seiring turunnya jumlah kasus harian Covid-19 di Jakarta. Dengan begitu, warga yang melakukan tes PCR bisa mengetahui hasilnya lebih lekas.
“Paling lama 48 jam,” tuturnya.
Berjarak kurang lebih 2 kilometer dari Puskesmas Kecamatan Cilandak, ada Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati yang juga membuka layanan swab PCR berbayar. Harga yang dipatok sebesar Rp900.000.
“Tiga hari jadi (hasil keluar),” kata Kepala Sub Koordinator Hubuhan Masyarakat RSUP Fatmawati, Atom Kadam saat dihubungi, Rabu (4/8).
Menurut Atom, keluarnya hasil tes Covid-19 lewat metode PCR itu termasuk cepat. Ia mengatakan, proses pemeriksaan dilakukan di laboratorium milik RSUP Fatmawati.
Kendati demikian, Atom menjelaskan, layanan tes swab PCR berbayar itu hanya untuk orang yang punya kepentingan pribadi. Semisal mereka yang membutuhkan surat tes Covid-19 sebagai syarat perjalanan jarak jauh.
Layanan itu tak digunakan untuk kepentingan pelacakan kontak (tracing) kasus Covid-19. Ia pun memastikan, pasien Covid-19 yang dirawat di RSUP Fatmawati tak dikenakan biaya tes usap berbasis PCR.
“Kalau pasien masuk ke IGD dan keluhan yang sama (Covid-19), kemudian PCR positif, (biayanya) dijamin pemerintah,” tutur Atom.
Karena alasan itu, Atom menyarankan warga yang ingin tes usap PCR dapat melakukannya di fasilitas pelayanan kesehatan yang tak menangani pasien Covid-19.
Wajib evaluasi
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menilai, lambannya hasil tes PCR diakibatkan minimnya kapasitas dan kemampuan laboratorium pemeriksaan spesimen.
“Kalau PCR itu bisa satu harian pemeriksaannya dan mungkin dia (laboratorium) cuma punya mesinnya sedikit atau ekstraksinya masih manual,” tutur Nadia ketika dihubungi, Rabu (4/8).
Meski begitu, ia menyarankan laboratorium yang menerima spesimen melebihi kapasitasnya dapat merujuk ke laboratorium lain. Nadia bilang, mekanisme rujukan spesimen seperti ini diizinkan dan sudah ada mekanismenya.
“Tinggal laboratorium itu mau merujuk apa enggak,” ucap Nadia.
Dikatakan Nadia, laboratorium swasta dapat merujuk spesimen ke 800 laboratorium jaringan Kemenkes. Ratusan laboratorium itu tersebar di 34 provinsi. Namun, Nadia mengakui sebaran laboratorium tersebut tak merata.
“Kalau kita lihat detail, di kabupaten mungkin hanya satu (laboratorium). Artinya, kabupaten atau kota itu masih harus kumpulkan spesimen, terus kirim ke provinsi,” kata Nadia.
Jumlah laboratorium jaringan Kemenkes yang disebutkan Nadia lebih banyak dari jumlah berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4642/2021 tentang Penyelenggaraan Laboratorim Pemeriksaan Covid-19.
Dalam keputusan Menteri Kesehatan itu disebutkan ada 742 laboratorium yang tergabung dalam jejaring Kemenkes. Laboratorium ini merupakan jejaring pemeriksa Covid-19 dengan status aktif mengisi data pada aplikasi New-all Record (NAR).
Dari data Kemenkes, laboratorium terbanyak ada di Provinsi Jawa Barat, yakni 136 unit. Namun, ada provinsi yang hanya memiliki satu laboratorium jejaring Kemenkes, yakni Gorontalo, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Barat.
Selanjutnya, Nadia mengatakan, bagi fasilitas pelayanan kesehatan dan warga tak harus bertumpu pada pemeriksaan swab PCR. Pasalnya, ada opsi lain dalam mendiagnosa Covid-19, yakni tes usap antigen.
Merespons hal itu, epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengatakan, penanganan pandemi akan mengalami kendala bila hasil pemeriksaan swab PCR terlambat.
“Kalau lebih dari tiga hari (pemeriksaan swab PCR tak keluar), artinya tidak bermakna dalam menurunkan atau memutuskan (rantai penularan),” ujarnya saat dihubungi, Kamis (5/8).
“Karena tracing-nya atau tindakan lanjutan seperti isolasi mandiri ini menjadi tidak efektif.”
Dengan demikian, ia meminta pemerintah bisa mengantisipasi persoalan ini. Di sisi lain, ia menyarankan bagi warga yang mengalami keterlambatan hasil tes PCR dapat langsung melakukan isolasi mandiri. Hal ini bertujuan meminimalisir penularan virus.
“Dan dibuat sistem ya (pengumuman hasil swab), mungkin lewat handphone. Sehingga pasien tidak perlu datang mengambil hasil,” ucap Dicky.
Sementara itu, epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Laura Navika Yamani meminta pemerintah tak cepat puas terhadap banyaknya laboratorium jejaring Kemenkes untuk memeriksa tes Covid-19. Menurutnya, banyaknya laboratorium tak menunjukkan pemeriksaan spesimen maksimal.
"Itu yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah. Jadi tidak hanya sekadar fasilitas pemeriksaan, tetapi nyatanya sekarang pemeriksaan masih belum real time," ujar Laura ketika dihubungi, Jumat (6/8).
Dengan adanya keterlambatan hasil swab PCR, Laura khawatir pengendalian laju penularan tidak dapat terkendali. Sebab, ia merasa, masih ada kelompok orang tak bergejala yang tak melakukan isolasi mandiri, bila mereka belum menerima hasil pemeriksaan Covid-19.
“Ini yang dikhawatirkan,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia meminta pemerintah meningkatkan kapasitas dan kualitas laboratorium pemeriksaan tes Covid-19. Saat ini, menurut Laura, merupakan waktu yang tepat dalam melakukan pembenahan dan evaluasi.
"Ini kasus sudah turun ya. Ketika kondisi inilah pemerintah membenahi kapasitas testing,” ujarnya.
“Ya harusnya mulai dari sekarang, jangan sampai nunggu nanti, ketika kasusnya meledak baru bingung."