close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Warga Pulau Pari melakukan barikade saat berunjuk rasa di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, Senin (20/11/2017). Foto Antara/R. Rekotomo.
icon caption
Warga Pulau Pari melakukan barikade saat berunjuk rasa di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, Senin (20/11/2017). Foto Antara/R. Rekotomo.
Nasional
Senin, 20 April 2020 15:02

Sinar Mas diduga hancurkan sumber pangan warga Lubuk Mandarsah Jambi

KLHK dan Pemprov Jambi diminta menindak tegas dua anak usaha Sinar Mas yang terlibat.
swipe

Kelompok usaha Sinar Mas, PT Wirakarya Sakti (WKS) dan Asia Pulp dan Paper (APP), diduga menabur meracun di udara menggunakan pesawat nirawak (drone) di Desa Lubuk Madrasah, Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo, Jambi. Tindakan tersebut mengancam keselamatan penduduk setempat.

"Menghadapi potensi bencana global ini, sudah seyogyanya semua pihak bahu-membahu, saling bantu. Namun, tidak demikian bagi APP Sinar Mas," kata Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Kelas Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Wahyu A. Perdana, melalui keterangan tertulis, Senin (20/4).

"Melalui pemasoknya di Provinsi Jambi, PT WKS, menghancurkan sumber pangan masyarakat di Desa Lubuk Mandarsah. PT WKS melakukan tindakan brutal dan di luar nalar kemanusiaan. Mereka menabur racun menggunakan drone pada tanaman karet, sayuran, dan sawit yang baru ditanam masyarakat,” imbuhnya.

Penaburan racun dilakukan Rabu, 4 Maret 2020. Akibatnya, petani merugi jutaan rupiah dan terancam kehilangan sumber pangan.

Sebelum peristiwa tersebut, ungkap dia, masyarakat berusaha menghentikan pengerjaan lahan tanpa prinsip free, prior, and informed consent (FPIC) di atas wilayah konflik. Beberapa warga justru diintimidasi dan diusir sekuriti PT WKS.

"(Mereka) bersama dua orang, yang salah satunya diduga anggota TNI dan satu orang tak dikenal, berperawakan menakutkan dan sangat intimidatif," ungkapnya.

Langkah itu, menurut Wahyu, merupakan bukti kegagalan APP memenuhi komitmen penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat serta kebohongan atas klaim penyelesaian konflik dan perubahan pola bisnisnya. Juga berpotensi menimbulkan konflik di tengah pandemi coronavirus baru (Covid-19).

Karenanya, WALHI bersama Kelompok Tani (Poktan) Sekato Jaya, Serikat Tani Tebo, dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi menghentikan segala aktivitas PT WKS dan APP.

Kepada kepolisian, diminta memberikan jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat desa terdampak serta mengusut tuntas dugaan tindak pidana intimidasi, perusakan tanaman, dan penaburan racun.

Alasannya, masyarakat yang memprotes PT WKS justru dilaporkan ke kepolisian atas tuduhan perusakan hutan. "Ini adalah kali kedua dilakukan oleh WKS/APP kepada masyarakat Desa Lubuk Mandarsah," ujarnya.

Insiden pertama terjadi 2015. Kala itu, seorang petani, Indra Pelani, dibunuh sekelompok sekuriti PT WKS. Jasadnya ditemukan dalam kondisi penuh luka tusuk dan pukulan benda tumpul sejauh lebih kurang 8 kilometer dari pusat desa.

WALHI dkk. juga mengimbau masyarakat menghindari bermitra bisnis dengan APP. Pun berhenti mengonsumsi produk berbahan dari aktivitas bisnis grup tersebut.

Sengketa lahan antara petani dan grup Sinar Mas berlangsung bertahun-tahun lamanya dan berulang kali menelan korban. Diawali dari terbitnya izin konsensi melalui Surat Keputusan (SK) KLHK Nomor 64/Kpts-II/2001.

Managing Director Sinar Mas, Gandi Sulistyanto, tidak memberikan komentar saat dikonfirmasi Alinea.id. Sedangkan Direktur APP, Suhendra Wiriadinata, menjawab diplomatis.

"Dengan teman-teman di lapangan dulu saja," ucapnya melalui WhatsApp kepada Alinea.id. Tidak ada jawaban atas pertanyaan selanjutnya hingga berita ini ditayangkan.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan