Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengatakan sistem peringatan dini tsunami yang dimiliki pihaknya saat ini khusus memantau gempa bumi yang diakibatkan aktivitas tektonik, bukan vulkanik.
"Jadi, karena ini dipastikan akibat vulkanik maka tidak ada early warning," jelas Rahmat di Jakarta, Minggu (23/12).
Terlebih, menurut Rahmat, tsunami yang melanda Banten dan Lampung terjadi pada Sabtu (22/12) malam sehingga aktivitas Gunung Anak Krakatau tidak bisa dilihat secara visual. Bila terjadi siang hari, erupsi dapat dilihat.
BMKG sudah berkoordinasi dengan Badan Geologi sejak Sabtu (22/12) malam, namun diketahui sensor Badan Geologi untuk memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau rusak akibat erupsi sebelumnya sehingga tidak tercatat.
Namun, dipastikan dari sensor yang ada di Pulau Sertung, erupsi terjadi pada pukul 21.03 WIB.
"Sensor kami di Cigeulis Pandeglang juga mencatat ada usikan. Jadi, kesimpulan ini memang akibat aktivitas vulkanik," ujar Rahmat.
Lebih lanjut Rahmat menerangkan bahwa tsunami hanya terjadi jika ada gempa besar, longsoran, atau kejadian lain, seperti letusan gunung api di bawah laut yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air laut. "Kalau kemudian ada tsunami lagi, hal itu artinya ada kejadian lain lagi yang memicunya."
Mengenai tsunami yang menerjang Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan pada Sabtu (22/12), dia mengatakan bahwa penyebabnya masih diteliti oleh Badan Geologi.
Siaran Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di laman resminya menyebutkan bahwa Pusat Vulkanologi merekam adanya gempa terus menerus dengan amplitudo "overscale" 58 milimeter dan letusan Gunung Anak Krakatau pada Sabtu (22/12) pukul 21.03 WIB, namun masih mendalami kaitannya dengan tsunami di Selat Sunda.
Gunung Anak Krakatau pada 22 Desember 2018 teramati mengalami letusan dengan tinggi asap berkisar 300 sampai dengan 1.500 meter di atas puncak kawah.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho lewat rekaman video mengonfirmasi per pukul 10.00 WIB, korban tewas akibat tsunami Selat Sunda 62 orang, korban luka 584 orang, dan hilang 20 orang. (Ant)