Pihak kepolisian diminta untuk membongkar skenario kerusuhan pada saat aksi massa di depan kantor Bawaslu, Jakarta, pada 21 dan 22 Mei 2019. Selain skenario, polisi juga sekaligus diminta untuk mengungkap otak intelektual terjadinya kerusuhan yang meluas hingga Tanah Abang dan Petamburan tersebut.
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Bara Hasibuan, mengatakan pihak kepolisian jangan takut untuk menyelidiki dan menindak aktor intelektual di balik kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019 tersebut, meski harus berhadapan dengan para purnawirawan.
“Saya ingin mengatakan kepada kepolisian dan pemerintah, kita semua, publik berdiri di belakang kepolisian dan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan,” kata Bara Hasibuan, di Jakarta pada Senin (27/5).
Menurut Bara, siapa pun yang terlibat di balik kerusuhan 21 dan 22 Mei 2019 harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tak peduli apakah mereka bagian dari elite partai politik atau tokoh lainnya yang diduga mendanai kerusuhan itu. Bara mengatakan, pihak-pihak yang terlibat punya patron politik.
Selain itu, mengungkap aksi kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019 kepada publik, kata Bara, juga memiliki tujuan lain, yakni menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia ke depannya.
"Semua ini harus dibongkar dan tidak ada negosiasi sedikit pun dengan orang-orang yang terlibat kerusuhan ini. Orang-orang seperti ini tidak punya ruang dalam demokrasi kita di dalam komunitas kita dalam society kita," katanya.
Sementara itu, anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fadli Zon, tak sependapat soal adanya keterlibatan purnawirawan di balik kerusuhan 21-22 Mei 2019. Menurut Fadli, kerusuhan tersebut murni gerakan masyarakat dan tak dimobilisasi oleh sejumlah purnawirawan.
“Bukan dikerahkan dan dibayar. Mereka mempunyai sikap karena sekarang ini mereka lebih kritis," kata Fadli.
Selain itu, ia pun tak sependat dengan tuduhan aksi 21-22 Mei ditunggangi pihak ketiga. Menurutnya, aksi itu murni dilakukan masyarakat yang tak terima dengan hasil Pilpres 2019. Dia menambahkan, pernyataan adanya pihak ketiga merupakan pemikiran zaman dulu.
"Jangan kita berpikirnya kayak zaman dulu. Kita ini sudah ada di negara demokrasi. Kalau dulu sebentar-sebentar itu ada pihak ketiga. Sekarang pihak ketiga itu siapa? Saya lihat apa yang terjadi kemarin itu memang masyarakat yang datang menuntut haknya,” ucap Fadli.
Ketimbang membicarakan keterlibatan pihak ketiga yang diduga merancang aksi kerusuhan 21-22 Mei, menurut Fadli, lebih penting yang perlu dipersoalkan yakni jatuhnya korban jiwa sebanyak delapan orang dalam aksi kerusuhan 21-22 Mei.
"Kenapa yang dipersoalkan adalah itu (para purnawirawan). Kenapa tidak korban yang meninggal sampai delapan orang dan bahkan ada yang hilang, kenapa itu tidak dipersoalkan?" kata Fadli.