Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ali M Abdillah mendorong pemerintah agar menindak individu penyebar ideologi khilafah. Menurutnya, hal ini penting agar ideologi ini tidak terus tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Ali mengatakan, organisasi kemasyarakatan pengusung khilafah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memang telah dibubarkan. Meski demikian, para mantan anggota HTI terus melakukan kegiatannya, termasu merekrut anggota.
Menurutnya, tindakan tegas terhadap anggota HTI yang menyebarkan ideologinya perlu dilakukan saat ini. Jika terus dibiarkan, kata dia, penanganannya akan semakin sulit dilakukan.
"Seperti kasus kebakaran saat ini, ketika sudah besar justru kewalahan. Sebelum besar, pemicunya harus segera diamputasi," kata Ali di Jakarta, Selasa (17/9).
Penyebaran ideologi khilafah oleh para mantan anggota HTI, kata dia, terus dilakukan. Salah satunya melalui majalah HTI Kaffah, yang menurutnya masih beredar sampai saat ini.
Eks anggota HTI juga disebutnya terus melakukan pendekatan guna mempengaruhi dan meraih simpati masyarakat. Mereka juga menyampaikan narasi-narasi menyerang terhadap para penentangnya. Ali mencontohkan labelling anti-Islam terhadap orang yang mempersoalkan bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid, yang disebutnya sebagai bendera HTI.
"Jadi, HTI ini kepalanya dipenggal, tapi kakinya ke sana ke mari masih dibiarkan," ungkap dosen Pascasarjana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta ini.
Pada Jumat (13/9) lalu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyampaikan rencana pemerintah menerbitkan larangan penyebaran ideologi khilafah oleh individu. Rencana ini muncul untuk merespons terjadinya penyebaran ideologi khilafah oleh individu.
Ali mengaku mendukung rencana tersebut. Menurutnya langkah ini sangat tepat sebagai dasar untuk melakukan penindakan bagi siapa pun yang menyebarkan ideologi khilafah di Indonesia.
"Jadi, kalau ada yang melakukan itu, kepolisian harus menangkap. Memang untuk membasmi mereka harus galak karena kalau tidak galak mereka akan terus bergerak," kata pengasuh Pondok Pesantren Al Rabbani Cikeas ini. (Ant)