Politikus Partai Gerindra Permadi mengaku tidak sepenuhnya sepakat dengan isi petisi yang disiapkan politikus Partai Amanat Nasional Eggi Sudjana, mantan Kepala Staf Kostrad Kivlan Zen, dan sejumlah tokoh pendukung Prabowo-Sandi menjelang aksi unjuk rasa di depan Gedung Bawaslu pada 9-10 Mei lalu.
"Saya baru tahu bahwa kita akan melakukan suatu petisi di depan para wartawan. Untuk itu, saya tentu minta petisinya seperti apa. Saya diberikan petisi ternyata. Di petisi itu, ada 14 pendahuluan dan empat petisi," kata Permadi usai diperiksa penyidik di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (17/5).
Permadi diperiksa penyidik sebagai saksi untuk Kivlan Zen. Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama 4,5 jam itu, Permadi mengaku dicecar 21 pertanyaan oleh penyidik Bareskrim Polri. Kepada penyidik, Permadi mengungkapkan sempat diundang ke sebuah rumah di kawasan Tebet oleh Eggi dan kawan-kawan. Namun demikian, Permadi mengaku tidak tahu isi pertemuan tersebut.
Saat tiba di rumah itu, Permadi baru diberi tahu bakal ada penyampaian petisi kepada media. Permadi pun diminta membacakan petisi tersebut. Namun demikian, Permadi mengaku tidak sreg dengan 14 pendahulan dalam petisi tersebut. "Terlalu panjang dan tidak sesuai dengan keinginan saya," ujar dia.
Permadi hanya menyetujui 4 poin dalam petisi tersebut. Pertama, ia mendukung perhitungan tim internal yang memenangkan Prabowo-Sandiaga. Kedua, menyatakan bahwa KPU dan Bawaslu melanggar peraturan pemilu dan peraturan lain, termasuk perihal penghitungan suara.
"Ketiga, mengatakan aparat negara dinilai melakukan keberpihakan dan kalau paslon nomor satu satu melakukan itu. Itu bisa dilakukan impeachment," tuturnya.
Keempat, terkait rencana menggelar aksi berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 jika petisi yang disampaikan ke publik itu tidak digubris pemerintah dan pihak-pihak terkait.
Dalam pertemuan tersebut, Permadi mengaku, Kivlan tiba sesaat sebelum ia rampung membaca petisi. Kivlan pun berpidato yang mengajak menggelar people power di Lapangan Banteng dengan mengepung KPU dan Bawaslu pada 9-10 Mei yang lalu.
"Pertanyaan selanjutnya apakah saya setuju dengan pendapat Kivlan Zen? Saya mengatakan saya dan Pak Kivlan Zen adalah sesama aktivis. Tapi, saya baru ketemu hari itu. Jadi, saya tidak bisa bilang setuju atau tidak karena saya tidak tahu sebelumnya. Rapat-rapat sebelumnya saya tidak tahu," ujarnya.