Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak berani menegur Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dan kawan-kawan (dkk) karena tak mengikuti instruksi dan melakukan pelanggaran dalam kasus gagalnya 57 pegawai mengikuti tes wawasan kebangsaan
"Misalnya malaadministrasi dan hak asasi manusia (HAM)," ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Rabu (8/12).
Polri menyetujui 57 eks pegawai KPK, yang tidak lolos TWK, sebagai aparatur sipil negara (ASN) di instansinya. Namun, sebagian di antaranya tak bersedia.
Kurnia menilai, keputusan Polri itu bukan berarti Presiden Jokowi melepas permasalahan TWK. Baginya, rekomendasi beberapa lembaga tentang pelaksanaan prosedur alih status menjadi ASN tersebut tetap berlaku.
"Rekomendasi Ombudsman dan Komnas [Komisi Nasional] HAM masih berlaku," tegasnya. "Dan presiden belum mengambil langkah apa pun."
Oleh karena itu, ICW beranggapan, Presiden Jokowi melempar tanggung jawab dan mengabaikan rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM.
Di sisi lain, para eks pegawai KPK yang bergabung ke Polri diharapkan tetap mengusut kasus rasuah di lingkungan "Korps Bhayangkara". Alasannya, "Polisi seringkali menjadikan pemberantasan korupsi hanya sebagai jargon."
Selain itu, Polri diminta betul-betul mencermati posisi yang akan ditempati Novel Baswedan dkk.
"ICW mengusulkan ketika mereka dilantik, Kapolri dapat membentuk Satgas Antikorupsi di bawah pengawasannya langsung," tandas Kurnia.