Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan efek disahkannya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru Indonesia. Salah satunya pada pasal terkait perzinaan dan kohabitasi, di mana keberadaan pasal tersebut membuat peraturan daerah (Perda) tentang perzinaan menjadi tidak berlaku.
Diungkapkan Edward, mulanya pembahasan terkait pasal tersebut menuai polemik fraksi di DPR. Menurut dia, ada fraksi yang meminta pasal tersebut dianulir sebab dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan Perda yang sudah berlaku.
"Ada fraksi-fraksi yang meminta pasal ini di-take out. Alasan mereka bahwa selama ini yang terjadi, ada peraturan daerah yang kemudian ditegakkan. Lalu kita lihat, ada Satpol PP yang menegakkan Perda itu, melakukan sweeping, razia dan penggerebekan," kata Edward dalam telekonferensi pers di Kantor Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Jakarta, pada Senin (12/12).
Menurut Edward, kekhawatiran ini merupakan hal yang dapat dipahami sebagai alasan untuk tidak memasukkan pasal tersebut. Di sisi lain, ada juga sebagian fraksi, terutama fraksi partai Islam yang meminta pasal tersebut dipertahankan karena nilai moral (moral value).
Sehingga, imbuh Edward, pihaknya mencari jalan tengah dengan menyertakan pasal perzinaan tersebut, namun dengan penjelasan.
"Apa solusinya? Oke pasal ini tetap berlaku. Tapi, ada penjelasan yang menyatakan, dengan berlakunya pasal ini, maka semua Perda di bawahnya tidak berlaku. Artinya apa, justru pasal ini menyelamatkan," jelasnya.
Edward menuturkan, dengan berlakunya pasal ini maka razia dan penggerebekan tidak dapat dilakukan. Sebab, pasal ini merupakan delik aduan, yang hanya bisa dilakukan oleh pihak yang berhak dan secara langsung dirugikan.
Ada pun pengaduan hanya dapat dibuat oleh suami atau istri yang terikat perkawinan, maupun dari orang tua serta anak-anak mereka.
"Bayangkan kalau tidak ada pasal ini, di daerah-daerah yang rajin melakukan sweeping, razia, penggerebekan, itu bisa melakukan hal ini terhadap siapa pun, termasuk turis asing. Tapi dengan adanya pasal ini, dia melarang, tidak boleh melakukan penggerebekan dan sebagainya, karena sifatnya adalah delik aduan," ujar Edward.
Ditekankan Edward, pasal perzinahan dan kohabitasi dalam KUHP merupakan delik aduan. Apabila ada Perda yang mengatur terkait perzinaan, maka harus diatur sebagai delik aduan, bukan delik biasa, sebab hal ini berbeda dari segi hukum acara.
"Dengan berlakunya pasal ini, semua Perda yang bertentangan dengan pasal ini tidak berlaku. Artinya, tidak boleh ada Perda yang menyatakan ini sebagai delik biasa. Kalau toh ada Perda, harus delik aduan," ungkap dia.
Edward juga menegaskan, wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia tidak akan terjerat pasal perzinaan dan kohabitasi dalam KUHP. Disampaikannya, tidak akan ada proses hukum tanpa pengaduan dari pihak yang berhak dan dirugikan secara langsung.
Selain itu, Edward menyebut tidak akan ada syarat administrasi untuk menanyakan status perkawinan kepada turis. Oleh karenanya, ia mempersilakan wisatawan asing untuk tidak takut berlibur ke Indonesia
"Saya ingin menegaskan, para turis asing silakan datang ke Indonesia, karena Anda tidak akan bisa dikenakan pasal ini. Ini adalah delik aduan absolut, yang bisa dilakukan oleh orang tua atau anak," tegasnya.