close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Puluhan tenaga kesehatan dari berbagai organisasi profesi kesehatan di Blitar, Jawa Timur, dan yayasan lembaga konsumen Indonesia melakukan aksi damai menolak RUU Kesehatan Omnibus Law di Blitar, JawaTimur, Senin (28/11/2022). Antara/ Asmaul
icon caption
Puluhan tenaga kesehatan dari berbagai organisasi profesi kesehatan di Blitar, Jawa Timur, dan yayasan lembaga konsumen Indonesia melakukan aksi damai menolak RUU Kesehatan Omnibus Law di Blitar, JawaTimur, Senin (28/11/2022). Antara/ Asmaul
Nasional
Rabu, 05 Juli 2023 18:18

Soal rokok dalam omnibus law, ini kata IYCTC

Ia menyayangkan, aspirasi masyarakat untuk rokok dimentahkan kembali oleh pemerintah.
swipe

Indonesian Youth Council Tactical Changes (IYCTC) memandang, Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law terkait kesehatan tidak mengatur dengan baik peredaran rokok serta tembakau. Hal ini menunjukan paradigma kesehatan yang keliru untuk sebuah regulasi yang seharusnya justru mengedepankan hal tersebut.

Manik Marganamahendra dari IYCTC mengatakan, RUU Omnibus Law tidak menunjukkan kesehatan sebagai hak asasi manusia. Terlihat dengan pengendalian rokok dalam RUU tersebut yang mewajibkan institusi tertentu untuk menyiapkan ruang merokok.

“Ini sebuah kemunduran karena kita sepakat rokok adalah berbahaya dengan 4000 lebih zat kimia di dalamnya dan menjadi penyebab kematian katastropik di Indonesia,” kata Manik dalam siaran daring, Konferensi Pers Bersama: Penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan, Rabu (5/7).

Menurutnya, hal ini menegaskan peran pemerintah yang telah abai dan lalai dalam merancang aturan untuk kemaslahatan dan kesehatan masyarakat. Apalagi, narasi dalam RUU itu menunjukan pemerintah telah memberikan perintah untuk membuat sebuah tempat pembunuhan massal.

Hal itu terlihat tempat itu tidak menghargai hak atas kesehatan yang seharusnya dimiliki masyarakat Indonesia. Sehingga, tidak terlihat adanya mengupayakan kesehatan bagi masyarakat.

“Hal ini tidak tercermin dalam paradigma bercermin RUU Kesehatan yang saat ini ada termasuk di dalamnya adalah pasal-pasal yang mengatur pengendalian konsumsi rokok,” ujarnya.

Ia menyayangkan, aspirasi masyarakat untuk rokok dimentahkan kembali oleh pemerintah. Baginya, pemerintah seakan menegaskan lagi keberpihakan justru bukan ke masyarakat melainkan industri rokok.

Terlebih lagi, kelonggaran indutri rokok terlihat juga di layar kaca dengan iklan promo tembakau yang beredar luas. Belum lagi adanya sponsorship yang masih ada.

“Pemerintah ada double standard karena pemerintah mewadahi undang-undang besar kesehatan tapi ketika larangan rokok iklan dianggap tidak masuk aspek kesehatan dari pemerintah maupun DPR,” ucapnya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan