Sofyan Basir didakwa memfasilitasi pertemuan pemufakatan jahat
Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir didakwa Tim Jaksa Penuntut Umum KPK telah memfasilitasi pertemuan pemufakatan jahat dengan tiga terpidana kasus suap PLTU Riau-1.
"Dengan sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan," kata JPU KPK Lie Putra Setiawan, saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/6).
Jaksa Lie menyebut, Sofyan Basir telah memfasilitasi pertemuan antara Eni Maulani Saragih, Idrus Marham, dan Johannes Budisutrisno Kotjo dengan jajaran Direksi PT PLN. Hal itu dimaksudkan untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Padahal, eks Direktur Utama BRI itu telah mengetahui Johannes Budisutrisno Kotjo akan memberikan uang kepada dua politisi Partai Golkar itu. Eni dan Idrus menerima suap dari Johannes Kotjo secara bertahap sebesar Rp4,7 miliar. Disinyalir, uang tersebut untuk mempercepat proses kesepakatan proyek senilai US$900 juta atau setara Rp12,8 triliun.
Jaksa Lie menjelaskan, perkara itu bermula saat Johannes Kotjo melakukan kesepakatan dengan CHEC Ltd mengenai rencana pemberian fee sebagai agen proyek pembangunan PLTU MT RIAU-1. Diperkirakan, nilai proyek tersebut sebesar US$900 juta dengan fee sebesar 2,5% atau sejumlah US$25 juta.
Melalui Direktur PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang, yang mana anak perusahaan Blackgold Natural Resources Limited (BNR, Ltd) pemilik Johannes Budisutrisno Kotjo mengajukan permohonan proyek PLTU MT RIAU-1 agar PT PLN memasukan proyek ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN pada 1 Oktober 2016.
Setelah beberapa bulan tidak ada tanggapan, Kotjo meminta bantuan kepada Setya Novanto agar dipertemukan dengan PT PLN. Kemudian, Setya Novanto memperkenalkan Kotjo dengan Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR.
Pada kesempatan itu, Setnov, sapaan Setya Novanto menyampaikan kepada Eni agar membantu Kotjo dalam proyek PLTU itu dan akan memberikan fee dari bagian yang akan diperoleh Kotjo dari CHEC, yang kemudian disanggupi oleh Eni Saragih.
"Menindaklanjuti permintaan Johannes Kotjo, pada saat rapat kerja Komisi VII DPR dengan PT PLN, Eni Maulani Saragih menyampaikan kepada terdakwa (Sofyan Basir) bahwa ia ditugaskan oleh Setya Novanto untuk mengawal perusahaan Johannes Budisutrisno Kotjo, dalam proyek pembangunan PLTU MT RIAU-1 di PLN guna kepentingan mencari dana untuk Partai Golkar dan pemilu legislatif Partai Golkar, untuk itu Eni Maulani meminta terdakwa melakukan pertemuan dengan Setya Novanto di rumah Setya Novanto yang disanggupi terdakwa," ucap jaksa.
Atas dasar itu, Sofyan Basir mengajak Supangkat Iwan Santoso selaku Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN untuk melangsungkan pertemuan dengan Eni Maulani Saragih dan Setya Novanto. Pertemuan tersebut digelar di kediaman Setnov.
Dalam pertemuan itu, Setnov meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Sofyan untuk diberikan kepada Kotjo. Namun, Sofyan tidak mengamini permintaan tersebut. Pasalnya, proyek PLTGU Jawa III sudah mempunyai kandidat calon perusahaan yang menjalankan proyek tersebut . Selanjutnya, Eni Saragih berkoordinasi dengan Supangkat Iwan Santoso terkait proyek PLTU RIAU-1.
Beberapa waktu kemudian, Sofyan kembali bertemu dengan Eni dan Johannes Kotjo membahas proyek pembangunan PLTU MT RIAU-1 dan Jawa di Hotel Mulia Senayan, Jakarta.
"Dalam pertemuan itu, terdakwa menyampaikan kepada Johannes Budisutrisno Kotjo agar ikut proyek Riau saja dengan kalimat 'ya sudah kamu di Riau saja, jangan mikirin di Jawa karena sudah melebihi kapasitas', yang kemudian disanggupi oleh Johannes Kotjo," kata Jaksa Lie, sambil menirukan ucapan Sofyan.
Selanjutnya, Johannes Kotjo dan Eni menemui Sofyan di kantor Sofyan untuk membawa proposal penawaran terkait proyek pembangunan PLTU MT RIAU-1, pada awal 2017. Kemudian, Sofyan mengarahkan agar proposal diserahkan langsung kepada Supangkat Iwan selaku Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN.
Pertemuan selanjutnya dilakukan di Hotel Fairmont Jakarta. Sofyan mengajak Iwan Santoso dan Nicke Widyawati bertemu Eni dan Johannes. Dalam pertemuan itu, Eni dan Kotjo meminta Sofyan agar proyek PLTU MT RIAU-1 tetap dicantumkan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2017-2026.
"Kemudian terdakwa meminta Nicke Widyawati untuk menindaklanjuti permintaan tersebut," tambah jaksa.
Atas permintaan Eni dan Johannes Kotjo tersebut, pada 29 Maret 2017, IPP PLTU MT Riau masuk ke dalam RUPTL PT PLN 2017-2026, dan disetujui masuk dalam rencana kerja dan anggaran (RKAP) PT Pembangkit Jawa Bali (PJB). PT PJB sesuai Perpres Nomor 4 tahun 2016 ditunjuk melaksanakan 9 proyek IPP dengan wajib memilik 51% saham.
Sofyan kembali bertemu dengan Supangkat Iwan bersama dengan Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo. Atas arahan Sofyan, Supangkat menjelaskan mekanisme pembangunan IPP berdasarkan Perpres No. 4 tahun 2016. Supangkat juga menyampaikan agar mitra akan bekerja sama dengan menyediakan modal untuk anak perusahaan PT PLN dan selanjutnya CHEC akan menjadi penyedia modal. Pertemuan lanjutan dilakukan Sofyan dengan Eni dan Johannes Kotjo di BRI Lounge.
"Terdakwa menyampaikan Johannes Budisutrisno Kotjo akan mendapat proyek PLTU MT RIAU-1 dengan skema penunjukan langsung, di mana anak perusahaan PLN yaitu PT PJB akan memiliki saham perusahaan konsorsium minimal sebesar 51% sesuai Perpres No.4 tahun 2016," jelas jaksa.
Kemudian, Sofyan dan Supangkat Iwan kembali bertemu Eni dan Johannes Kotjo di restoran Arkadia Plaza Senayan, Jakarta Pada September 2017. Pada pertemuan itu, Sofyan memerintahkan Supangkat Iwan untuk mengawasi proses PLTU MT RIAU-1. Selanjutnya, Eni meminta Sofyan dan Supangkat Iwan agar Johannes Kotjo segera mendapat proyek PLTU MT RIAU-1 tersebut.
Pada 14 September 2017 di kantor PLN ditandatangani kontrak induk (heads of agreeement) oleh Dirut PT PJB Iwan Agung Firstantara, Plt Dirut PT PLN Batubara Suwarno, perwakilan CHEC Ltd Wang Kun, CEO BNR Richard Philip Cecile dan Dirut PT Samantaka Rudy Herlambang untuk membentuk konsorsium mengembangkan proyek PLTU MT RIAU-1.
Komposisi saham konsorsium adalah PT PJBI 51%, CHEC Ltd 37%, serta BNR Ltd 12% dan pihak penyedia batu bara adalah PT Samantaka Batubara.
Atas arahan Sofyan juga agar Power Purchased Agreement (PPA) proyek PLTU MT RIAU-1 segera ditandatangani, maka Supangkat Iwan pada 22-23 September 2017 di Surabaya melakukan rapat konsinyering dengan beberapa anak perusahaan PT PLN dengan kesepakatan bahwa PPA akan dilakukan terhadap PT PJB dan PLN Batubara yang tujuannya untuk menaikkan posisi tawar anak perusahaan dalam mencari rekanan.
"Hasil rapat konsinyering tersebut oleh Supangkat Iwan kemudian dilaporkan kepada terdakwa dan atas laporan itu, terdakwa meminta agar PPA proyek PLTU MT RIAU-1 segera ditandatangani," tambah jaksa.
Sofyan pun menandatangani PPA proyek PLTU MT RIAU-1 dengan mencantumkan tanggal maju, yaitu 6 Oktober 20117 padahal letter of intent IPP PLTU MT RIAU-1 baru ditandatangani Supangkat Iwan dan perwakilan perusahaan konsorsium pada 17 Januari 2018 dengan menggunakan tanggal mundur, yaitu tertanggal 6 Oktober 2017 berisi masa kontrak 25 tahun dengan tarif dasar 5,4916 dolar AS per kWh dan segera membentuk perusahan proyek yang akan menjadi pihak penjual berdasarkan PPA.
Selanjutnya pada 7 Juni 2018 di kantor pusat PT PLN, Eni kembali memfasilitasi pertemuan antara Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang dengan Supangkat Iwan dan dilaksanakan penandatangan amandemen perjanjian konsorsium PT PJBI, CHEC Ltd, dan BNR Ltd yang menyatakan para pihak sepakat untuk pengelolaan proyek dilaksanakan dalam bentuk pengendalian bersama dan tunduk kepada hal-hal khusus.
"Pada 2 Juli 2018 sekitar pukul 11.37 WIB, Eni menelepon terdakwa untuk membuat janji pertemuan dengan terdakwa, kemudian Eni menyampaikan 'terkait yang kemarin, Huadian sudah selesai dan penting juga itu buat Bang Idrus kita. Jadi saya penting ngomong. Karena yang bisa inikan ke Pak Kotjo itu Pak Sofyan, jadi saya perlu untuk bertemu dengan Pak Sofyan sendiri, baru setelah itu saya ajak Pak Kotjo, gitu Pak', yang selanjutnya disanggupi terdakwa," papar jaksa.
Pertemuan selanjutnya pada 3 Juli 2018 di House of Yuen Dining and Restaurant Fairmont Hotel antara Sofyan dan Eni, Eni menjelaskan bahwa kesepakatan PPA PLTU MT RIAU harus jelas sehingga perlu ada finalisasi kesepakatan kembali dengan Johannes Kotjo. Eni lalu melaporkan pertemuan itu kepada Idrus dan menyampaikan ada pembagian fee kepada Sofyan, Eni, dan Idrus setelah proses kesepakatan proyek.
Atas bantuan Sofyan memfasilitasi Kotjo untuk mempercepat proses kesepakatan IPP PLTU MT RIAU, Eni bersama Idrus menerima imbalan berupa uang seluruhnya Rp4,75 miliar yang diberikan secara bertahap melalui tenaga ahli Eni Maulani Tahta Maharaya di kantor Johannes Kotjo, Graha BIP Jakarta.
Atas perbuatannya, Sofyan Basir diancam pidana dalam pasal 12 huruf a jo pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 ke-2 KUHP.