Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) diminta melibatkan kelompok sipil dalam upaya kontra radikalisme, terutama pengaruh Negara Islam Indonesia (NII), di tengah masyarakat Garut, Jawa Barat (Jabar).
Diketahui, bangkitnya kelompok NII di Garut kembali mencuat setelah 59 remaja dikabarkan terpapar. Sebelum kasus ini mencuat, banyak yang membantah dan mengklaim "Kota Dodol" aman dari radikalisme.
Hal tersebut lalu direspons dengan serangkaian aksi damai oleh ribuan orang atas nama Aliansi Masyarakat Garut Anti-Radikalisme dan Intoleransi (Almagri).
Sayangnya, ungkap Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan, BNPT justru tidak melibatkan Almagri saat berdialog bersama tokoh masyarakat dan Forum Kordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Garut terkait bahaya NII. Padahal, BNPT menurunkan empat jenderal dalam kegiatan ini.
"Saya kaget-kaget karena tokoh masyarakat Garut yang justru menyuarakan bahaya radikalisme di Kabupaten Garut lewat Almagri justru tidak dilibatkan dalam kegiatan BNPT," katanya dalam keterangannya kepada Alinea.id, Rabu (12/1).
Ken membeberkan, terdapat kelompok dan pejabat yang sengaja memelihara NII di Garut. Tujuannya, untuk kepentingan politik menjelang pemilihan kepala desa (pilkades), pemilihan bupati (pilbup), hingga pemilihan anggota legislatif (pileg).
"Karena kelompok NII satu suara, sistem komando sehingga mudah dikendalikan dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik," ujarnya.
Ken pun mengkhwatirkan keberadaan NII dalam kelompok masyarakat di wilayah Garut. Pasalnya, massa NII ditaksir sudah mencapai puluhan ribu dan berpeluang dimanfaatkan secara politis oleh pihak tertentu, apalagi kini sudah beredar isu pemekaran Kabupaten Garut Selatan di internal NII.
"Jadi, jangan sampai BNPT justru salah sasaran," tandasnya.