close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gedung Mahkamah Konstitusi, DKI Jakarta, Juni 2014. Google Maps/Miqdad Abdul Halim
icon caption
Gedung Mahkamah Konstitusi, DKI Jakarta, Juni 2014. Google Maps/Miqdad Abdul Halim
Nasional
Rabu, 05 Mei 2021 12:32

Rektor UII: SP3 di KPK lebih sederhana daripada penegak hukum lainnya

Putusan MK dinilai bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dalam menangani perkara tindak pidana korupsi.
swipe

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid, menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3) kontradiktif dengan Kitab Undang-Undang (UU) Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Menurut dia, MK justru memberikan peluang yang lebih luas dengan bisa memberikan SP3 dua tahun setelah dikeluarkannya surat perintah pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).

Putusan MK ini, mengakibatkan model SP3 di KPK lebih sederhana dan ringan daripada penggunaan kewenangan SP3 pada lembaga penegak hukum lainnya.

"Hal ini, kontradiktif dengan pertimbangan bahwa KPK adalah lembaga khusus yang menangani tindak pidana yang bersifat extra ordinary crime. Mestinya, dengan kewenangan besar untuk menangani extra ordinary crime, maka persyaratan penggunaan kewenangan penghentian penyidikan harus lebih berat daripada penyidik di luar KPK," ucapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (5/5).

Dia menilai, putusan MK itu juga bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dalam menangani perkara tindak pidana korupsi. Di sisi lain, putusan MK terkait alih status pegawai KPK menjadi ASN tidak tepat karena merujuk pada Peraturan KPK No.1 Tahun 2021 tentang pegawai KPK menjadi ASN yang baru ditetapkan pada Rabu (27/1). 

Padahal, peraturan KPK itu muncul sesudah perkara UU Nomor 19 Tahun 2019 ini selesai diperiksa yang dibuktikan dengan diserahkan kesimpulan permohonan pada 1 Oktober 2020 lalu. 

Fathul menilai, kekhawatiran terkait peralihan status pegawai KPK menjadi ASN sangat beralasan. Misalnya, uji wawasan kebangsaan yang digunakan sebagai sarana untuk tidak meloloskan para pegawai KPK yang dinilai publik memiliki integritas tinggi.

"Kami berpikir bahwa alih status ini merupakan mekanisme untuk mendelegitimasi kinerja para pegawai KPK yang terbukti berintegritas," tutur Fathul.

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian dari gugatan uji materil terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dalam perkara nomor 70/PUU-XVII/2019 yang digugat oleh Rektor UII Yogyakarta Fathul Wahid dkk.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan