Polemik dugaan kebocoran dokumen penyelidikan kasus korupsi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) pegawai Kementerian ESDM yang menyeret Ketua KPK, Firli Bahuri, masih menjadi sorotan. Wakil ketua KPK, Alexander Marwata, bahkan mengklaim kebocoran dokumen itu benar dan tak berdampak terhadap penanganan kasus.
Menanggapi pernyataan Alex, mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, buka suara. Novel mengingatkan Alexander tak membuat pernyataan serampangan.
"Saya ingatkan kebiasaan berbohong ini dihentikan. Poin itu saja. Yang bocor itu bukan hanya sprinlidik (surat perintah penyelidikan). Sejak kapan dokumen bocor tidak mengganggu kegiatan perkara?" kata Novel di Kantor Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Jakarta, dikutip Selasa (11/4).
Novel bilang, Alex sebagai pimpinan KPK seharusnya merasa gusar apabila ada indikasi kendala dalam pengusutan kasus yang tengah ditangani. Ia meminta Alex berhenti membela Firi Bahuri melalui pernyataannya yang menyebut dugaan bocornya dokumen penyelidikan tidak berdampak sama sekali.
"Alex Marwata itu pimpinan, seharusnya peduli dengan kerjaan KPK. Ketika kerjaan KPK dibocorkan, seharusnya dia terganggu, bukan sibuk membuat framing atau membela Firli Bahuri," ujar Novel.
Sebelumnya, Alex mengaku tidak mengetahui perihal benar tidaknya informasi yang menyatakan Firli Bahuri diduga membocorkan dokumen penyelidikan kasus korupsi tukin di Kementerian ESDM. Atas dugaan tersebut, Firli pun dilaporkan kepada Dewas.
Namun, menurut Alex, tidak ada dampak yang berarti apabila dokumen tersebut benar-benar bocor. Pasalnya, penyelidikan kasus korupsi tukin ESDM saat itu bersifat terbuka.
"Kalau penyelidikan sifatnya terbuka, case building, apa dampaknya? Saya juga bingung, soalnya tidak ada sama sekali," kata Alex, Sabtu (8/4).
Alex juga menyebut penanganan perkara korupsi tukin pegawai di Kementerian ESDM tidak terhambat karena isu bocornya dokumen menyerupai laporan hasil penyelidikan itu. Sebab, status perkara itu telah naik ke tahap penyidikan dan ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Kasus tukin itu ada mark up, kan? Uangnya sudah dibayar lo! Sudah keluar uang negara sebesar berapa, sih? Rp28 miliar, ya? Itu yang di-mark up segitu. Ada bukti SP2D-nya (surat perintah pencairan dana) dan itu sudah semua kami dapatkan. Jadi, apa dampaknya? Penggeledahan, kan, dalam rangka mencari bukti-bukti itu," papar dia.