Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil eks Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Riau Hinsatopa Simatupang, untuk diperiksa dalam kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau 2014.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SD (Surya Darmadi)," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (27/2).
Selain Hinsatopa, penyidik juga memanggil Manager Legal Duta Palma Group kantor Jakarta, Yudi Prasetyo Wibowo. Dia akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan Surya Darmadi.
Pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma itu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama Legal Manager PT Duta Palma Group tahun 2014, Suheri Terta, pada 29 April 2019. Namun meski sudah menyandang status tersangka, KPK hingga saat ini belum menahan Surya.
Praktik lancung para tersangka bermula saat Surya dan Suheri mengajukan permintaan izin alih fungsi lahan pada Annas Maamun selaku Gubernu Riau saat itu.
Surya selaku beneficial owner PT Palma Satu bersama Suheri Terta, diduga memberikan uang Rp3 miliar pada Annas Maamun. Uang itu diberikan untuk mengurus pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan Tahun 2014.
Oleh karena tersangka Surya diduga merupakan beneficial owner sebuah korporasi, dan korporasi juga diduga mendapatkan keuntungan dari kejahatan tersebut, maka KPK juga menetapkan PT Palma Satu sebagai tersangka.
Perkara itu merupakan pengembangan dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) pada 25 September 2014 lalu. Dalam kegiatan tangkap tangan itu, KPK mengamankan uang dengan total Rp2 miliar dalam bentuk Rp500 juta dan 156.000 dolar Singapura kemudian menetapkan dua orang sebagai tersangka.
Dua tersangka itu, yakni Gubernur Riau 2014-2019 Annas Maamun dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau Gulat Medali Emas Manurung.
Dua orang ini telah divonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat hingga Mahkamah Agung.
Adapun Surya Darmadi dan Suheri dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 56 KUHP.
Sementara PT Palma Satu disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.