Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat fraksi PDIP Waras Wasisto, dijadwalkan pemeriksaan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kader PDIP tersebut akan diperiksa terkait kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Central Business District (CBD) Meikarta, Cikarang, Jawa Barat.Selain Waras, tim penyidik juga memanggil eks Kabid Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili.
Neneng merupakan terpidana dalam kasus ini. Dia divonis 4,5 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor.
Tak hanya itu, tim penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap seorang ibu rumah tangga bernama Eva. Ketiganya akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka eks Sekretaris Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa.
"Ketiganya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IWK (Iwa Karniwa)," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK, Chrystelina GS, dalam pesan singkat, Selasa (13/8).
Untuk diketahui, nama Waras disinyalir turut membantu alirkan dana ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat guna mempercepat proses pengurusan Raperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Pemkab Bekasi untuk mega proyek pembangunan Meikarta.
Hal itu disampaikan Neneng Rahmi Nurlaili dalam persidangan kasus suap Meikarta di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Senin (21/1). Dalam mengurus hal itu, terdapat pertemuan guna membahas tindak lanjut RDTR Pemkab Bekasi.
Adapun pejabat yang hadir ialah Sekretaris Dinas PUPR Hendry Lincoln, dan dua anggota DPRD Provinsi Jawa Barat yakni Sulaeman dan Waras Wasisto. Kesepakatan yang dihasilkan ialah meminta uang sebesar Rp1 miliar kepada PT Lippo Cikarang Tbk.
Disinyalir, uang tersebut untuk membantu pencalonan Iwa sebagai Gubernur Jawa Barat 2018. Karena itu, Lippo merealisasikan sebesar Rp900 juta pada Desember 2017. Uang tersebut diserahkan Neneng kepada Sulaeman.
Kemudian Sulaeman menyerahkan uang tersebut kepada Waras untuk diserahkan kepada Iwa Kurniwa. Kendati kurang Rp100 juta, Waras kemudian menagih kembali pada Neneng.
Iwa telah ditetapkan tersangka oleh KPK. Lembaga antirasuah itu menyangkakan Iwa dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.